Logo

Bitcoin Anjlok ke Rp1,52 Miliar, Indikator SuperTrend Beri Sinyal Bear Market dan Tekanan Meluas

Catur Ariadi
Catur Ariadi
20 November 20250
Bitcoin Anjlok Ke Rp152 Miliar Indikator Supertrend Beri Sinyal Bear Market Dan Tekanan Meluas

Foto: Pixabay / Benjamin Nelan

Iklan

Harga Bitcoin kembali menurun signifikan, memicu kekhawatiran akan kemungkinan memasuki fase bear market. Dalam 24 jam terakhir, tekanan jual meluas hingga mempengaruhi mayoritas aset kripto berkapitalisasi besar.

Berdasarkan data CoinMarketCap pada Kamis (20/11) pukul 06.34 WIB, harga Bitcoin tercatat turun 1,59% ke level US$ 91.309 per koin atau sekitar Rp 1,52 miliar dengan asumsi kurs Rp 16.706 per dolar AS. Kapitalisasi pasar kripto global ikut merosot sekitar 2,1% menjadi US$ 3,11 triliun.

Tekanan penurunan tak hanya dialami Bitcoin. Aset kripto berkapitalisasi besar seperti Ethereum, Binance Coin, Dogecoin, XRP, hingga Solana turut melorot, menegaskan tren koreksi pasar yang meluas sejak awal pekan ini.

Harga Bitcoin Naik Tipis Usai Sentuh Level Terendah, Kapitalisasi Pasar Kripto Hilang Rp20 Kuadriliun

Sinyal Bear Market Dari Indikator SuperTrend

Awan bearish kian menggelap setelah indikator teknikal utama, SuperTrend pada grafik mingguan, memunculkan sinyal jual. Laporan CoinTelegraph menyebut indikator ini berubah dari hijau menjadi merah dan bergerak di atas harga Bitcoin pekan lalu — kondisi yang secara historis sering menandai akhir fase bull market.

Dalam dua siklus sebelumnya, sinyal serupa menjadi pendahulu penurunan harga Bitcoin antara 77% hingga 84%, seperti pada bear market 2018 dan 2022. Tekanan juga mendapat konfirmasi teknikal lain setelah pasangan BTC/USD menutup pekan lalu di bawah moving average 50-minggu (MA50), level yang biasa dipakai sebagai barometer kekuatan momentum bullish.

“SuperTrend mingguan berubah merah untuk pertama kalinya sejak Januari 2023. Ini bisa menjadi tanda awal bear market meskipun belum pasti,” ujar analis Bitcoinsensus dalam unggahan di X.

Jika pola historis berulang, beberapa analis memperkirakan koreksi dapat meluas hingga mendekati level US$ 75.000, terutama bila permintaan korporasi sebagai treasury asset melemah dan arus keluar dari Bitcoin spot ETF AS terus berlangsung.

Sentimen Pasar di Zona Extreme Fear

Selain indikator teknikal, sentimen pasar menunjukkan tren negatif. Crypto Fear & Greed Index tercatat berada pada level 11, menempatkan pasar di zona extreme fear — level terendah sejak Februari 2025.

Sejarah menunjukkan dua skenario berbeda saat indeks berada di level serupa. Pada 2021, indeks sempat bertahan di zona ketakutan ekstrem sekitar tiga bulan dan diikuti koreksi sekitar 40% sebelum Bitcoin kembali mencetak rekor. Namun pada 2022, periode serupa berakhir dengan penurunan tajam dari sekitar US$ 69.000 ke kisaran US$ 15.000.

Analis dari Milk Road menyatakan peluang pembalikan arah dalam dua hingga tiga minggu masih terbuka, tetapi sangat bergantung pada aliran dana ETF, likuiditas dolar AS, dan permintaan institusional.

Imbas Untuk Investor

Dengan indikator teknikal yang memberi sinyal bearish, sentimen pasar yang melemah, dan tekanan jual menyeluruh di aset kripto utama, analis memperingatkan investor untuk mengambil keputusan hati-hati dalam jangka pendek. Volatilitas ekstrem tetap menjadi risiko utama, terutama jika Bitcoin gagal mempertahankan zona psikologis di sekitar US$ 90.000.

BlackRock Setor Rp 7,99 T Bitcoin & Ethereum ke Coinbase, Sinyal Adopsi Kripto Institusional Makin Kuat

Beberapa analis melihat kemungkinan fase penurunan ini menjadi peluang akumulasi bagi investor jangka panjang, asalkan kondisi makro dan aliran likuiditas pulih. Untuk saat ini, pelaku pasar disarankan memantau pergerakan MA50 mingguan, level SuperTrend, serta perkembangan inflasi global yang dapat memicu volatilitas pada aset kripto berisiko tinggi.

Iklan
Iklan