Harga Bitcoin Naik Tipis Usai Sentuh Level Terendah, Kapitalisasi Pasar Kripto Hilang Rp20 Kuadriliun

Foto: Pixabay
Harga Bitcoin (BTC) kembali mencatat kenaikan tipis setelah sempat menyentuh level terendah dalam tujuh bulan. Aset kripto terbesar itu berupaya memulihkan posisi di tengah tekanan pasar yang masih kuat dan menurunnya selera risiko global.
Penurunan tajam beberapa hari sebelumnya telah menghapus seluruh kenaikan tahunan Bitcoin dan mendorong kapitalisasi pasar kripto global merosot dalam skala besar. Investor kini berhati-hati menanti arah kebijakan moneter global yang belum pasti.
Mengutip Reuters, Rabu (19/11/2025), Bitcoin diperdagangkan naik sekitar 1,9 persen ke level US$93.532 atau sekitar Rp1,56 miliar (kurs Rp16.750 per dolar AS). Pada sesi sebelumnya, BTC sempat merosot ke US$89.286,75, level terendah sejak April.
Penurunan tersebut membuat harga Bitcoin berada sekitar 26 persen di bawah puncaknya pada Oktober, ketika sempat menembus US$126.000. Jean-David Pequignot, Chief Commercial Officer Deribit, menilai koreksi tajam ini masih mencerminkan dinamika jangka pendek dan mengatakan arah harga cenderung lemah karena tekanan makro belum mereda.
Kapitalisasi Pasar Kripto Anjlok Rp20 Kuadriliun
Data CoinGecko menunjukkan dalam enam minggu terakhir pasar kripto global kehilangan sekitar US$1,2 triliun atau setara dengan sekitar Rp20,1 kuadriliun dari total kapitalisasi. Pelemahan ini dipicu oleh kombinasi kekhawatiran terhadap penurunan suku bunga The Federal Reserve dan menurunnya minat investor terhadap aset berisiko setelah reli panjang sepanjang 2025.
Joshua Chu, Co-Chair Hong Kong Web3 Association, menilai aksi jual berlangsung luas karena perusahaan publik dan institusi melepas posisi yang sebelumnya dibeli agresif saat pasar menguat. Menurutnya, ketidakpastian makro membuat dukungan harga cepat menghilang sehingga kepercayaan investor goyah.
Tekanan pasar diperburuk oleh arus keluar dana dari ETF Bitcoin spot di Amerika Serikat. Sejak 10 Oktober, tercatat dana keluar senilai US$3,7 miliar atau sekitar Rp61,8 triliun, seiring tekanan di pasar saham AS akibat kekhawatiran kenaikan tarif dan ketegangan perdagangan AS–China.
Pada November saja, arus keluar dari ETF Bitcoin spot mencapai sekitar US$2,3 miliar atau sekitar Rp38,5 triliun, menurut data Morningstar. Joseph Edwards, analis Enigma Securities, mengatakan banyak spekulan mundur karena ekspektasi regulasi pro-kripto di AS belum terealisasi, sehingga likuiditas pembeli menipis.
Dampak Pada Saham Berbasis Kripto dan Neraca Perusahaan Publik
Sentimen negatif turut memengaruhi saham-saham yang berkaitan dengan kripto seperti MicroStrategy, Marathon Holdings, dan Coinbase. Ketiganya sempat merosot sebelum kembali menguat pada perdagangan siang seiring rebound Bitcoin.
Standard Chartered memperingatkan penurunan BTC di bawah US$90.000 berpotensi membuat sekitar separuh treasury korporasi yang menyimpan aset kripto berada dalam kondisi “tergenang air”, yaitu nilai aset turun di bawah harga beli. Bank tersebut mencatat perusahaan publik kini memegang sekitar 4 persen dari total suplai Bitcoin dan 3,1 persen dari Ether yang beredar.
MicroStrategy, perusahaan publik dengan kepemilikan Bitcoin terbesar, terus menambah portofolionya. Pendiri dan Chairman Michael Saylor melaporkan perusahaannya membeli 8.178 BTC pada Senin, sehingga hingga Minggu jumlah kepemilikan mencapai 649.870 BTC dengan harga rata-rata akumulasi sekitar US$74.433 per BTC.
