Sejarah Serie A: Dari Era Keemasan hingga Kebangkitan Talenta Muda Liga Italia

Iklan

Liga Italia, Serie A, bukan sekadar kompetisi sepak bola biasa. Ia adalah cerminan sejarah, budaya, dan gairah warga Italia yang telah bertransformasi dari era amatir menjadi salah satu liga terbaik di dunia. Dikenal dengan pertahanan kokohnya, ‘Catenaccio’, Serie A menyimpan kisah panjang penuh intrik, kejayaan, dan drama yang mengguncang jagat sepak bola.

Awal Pembentukan dan Lahirnya ‘Scudetto’

Format liga nasional round-robin Serie A baru resmi bergulir pada musim 1929-1930. Sebelumnya, kompetisi sepak bola Italia masih terfragmentasi dalam kelompok regional. Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) kemudian mengambil langkah menyatukan tim-tim dari utara dan selatan ke dalam satu divisi nasional.

Istilah Scudetto, yang berarti perisai kecil, mulai diperkenalkan pada musim 1923-1924. Klub yang berhasil menjuarai liga berhak mengenakan lambang perisai kecil dengan warna bendera Italia pada jersey mereka di musim berikutnya. Menariknya, jauh sebelum format modern dimulai, Genoa tercatat sebagai penguasa era awal dengan meraih gelar juara perdana pada tahun 1898.

Sejak musim 2021-2022, Serie A mengadopsi kalender asimetris, sebuah penyesuaian yang juga diikuti oleh Premier League dan La Liga, di mana urutan pertandingan di putaran pertama tidak selalu sama dengan putaran kedua.

Perayaan suporter Napoli usai meraih Scudetto 2023. Foto: AP/Andrew Medichini

Era Keemasan dan Dominasi Eropa (1930-an – 1990-an)

Di bawah rezim Benito Mussolini pada tahun 1930-an, sepak bola dimanfaatkan sebagai alat propaganda nasional, yang secara tidak langsung turut mengangkat profil sepak bola Italia. Pada periode ini, nama-nama seperti Giuseppe Meazza muncul sebagai superstar global pertama dari Italia.

Masa keemasan sesungguhnya Serie A terjadi pada medio 1980-an hingga 1990-an. Liga ini dijuluki sebagai “Lega dei Campioni” atau Liganya Para Juara. Pemain-pemain terbaik dunia seperti Diego Maradona, Marco van Basten, hingga Ruud Gullit memilih merumput di Serie A. Klub-klub Italia pun menjadi kekuatan yang sangat ditakuti di kompetisi Eropa.

Iklan

Trio Belanda AC Milan di era 1980-an dan 1990-an: Frank Rijkaard, Marco van Basten, dan Ruud Gullit. Foto: Twitter @SportJOEdotie

Skandal Calciopoli: Titik Balik yang Pahit

Memasuki tahun 2000-an, sepak bola Italia dilanda periode kelam. Skandal Calciopoli pada tahun 2006 mengguncang fondasi liga. Juventus terpaksa menerima sanksi degradasi ke Serie B, sementara AC Milan, Fiorentina, dan Lazio dikenai pengurangan poin.

Skandal pengaturan skor yang melibatkan para petinggi klub ini memicu krisis finansial yang membuat Serie A perlahan kehilangan daya saing finansialnya jika dibandingkan dengan Premier League Inggris.

Era Modern: Teknologi VAR dan Kebangkitan Talenta Muda

Memasuki era 2020-an, Serie A menunjukkan upaya perbaikan yang signifikan. Italia menjadi salah satu liga top Eropa pertama yang mengadopsi teknologi VAR (Video Assistant Referee) untuk meminimalkan potensi kesalahan wasit di lapangan.

Fokus kini juga semakin bergeser pada pembinaan bakat muda. Munculnya nama-nama seperti Sandro Tonali hingga Nicolo Barella menjadi bukti bahwa akademi klub-klub Italia masih mampu melahirkan talenta-talenta produktif.

3 Raksasa Penguasa Serie A

Sejarah Serie A tidak dapat dipisahkan dari dominasi tiga klub elit yang telah mencatatkan namanya dalam tinta emas:

  • Juventus: Klub paling sukses di kancah domestik dengan koleksi gelar terbanyak sepanjang sejarah Serie A.
  • AC Milan: Kolektor gelar internasional terbanyak di Italia, termasuk 7 trofi Liga Champions.
  • Inter Milan: Satu-satunya klub Italia yang berhasil meraih Treble Winner (Serie A, Coppa Italia, Liga Champions) pada musim 2009-2010 di bawah kepelatihan Jose Mourinho.

Kesimpulan

Serie A lebih dari sekadar liga sepak bola; ia adalah identitas budaya Italia. Dari panasnya atmosfer Derby della Madonnina hingga kecerdasan taktik sepak bola yang ditampilkan, Serie A terus memberikan warna bagi dunia sepak bola global. Meskipun tantangan finansial terkadang membayangi, gairah dan sejarahnya tetap tak tertandingi.

Iklan