DM, BLITAR – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Blitar, Roma Hudi Fitrianto, tengah menjadi sorotan tajam setelah mendapatkan teguran keras dari Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Saldi Isra. Teguran tersebut disampaikan dalam sidang sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Blitar yang digelar pada Jumat, 17 Januari 2025, di Ruang Sidang Panel 2 MK, Jakarta.
Roma diduga memberikan keterangan palsu terkait rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dalam persidangan, Roma mengklaim bahwa rekomendasi PSU tersebut dikeluarkan berdasarkan hasil rapat pleno Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Sukorejo.
Namun, pernyataan Roma ini langsung dibantah oleh Khusnul Hidayati, anggota Panwascam Sukorejo. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya rekomendasi PSU tersebut.
“Saya tidak tahu soal rekomendasi PSU di 2 TPS Kecamatan Sukorejo,” ujarnya.
Khusnul juga menyebut bahwa hingga saat ini, pleno yang melibatkan semua komisioner Panwascam terkait pembahasan rekomendasi PSU tidak pernah dilakukan.
“Pleno seharusnya dilakukan oleh 3 komisioner Panwascam. Namun, sampai sekarang pun pleno tentang pembahasan rekomendasi PSU tidak terjadi,” tuturnya.
Dalam sidang tersebut, Hakim Saldi Isra terlihat geram dengan jawaban yang diberikan Roma. Ia menyebut bahwa jawaban Roma terkesan tidak konsisten dan mengada-ada.
“Saudara saksi, tolong baca kembali alasan yang mendasari rekomendasi PSU ini. Jangan memberikan jawaban yang dikarang-karang,” tegas Saldi Isra di hadapan peserta sidang.
Teguran keras ini membuka kemungkinan adanya pelanggaran serius yang dilakukan oleh Ketua Bawaslu Kota Blitar.
Ancaman Hukuman 9 Tahun Penjara
Pemberian keterangan palsu di bawah sumpah dalam persidangan memiliki konsekuensi hukum yang berat. Berdasarkan Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seseorang yang terbukti memberikan keterangan palsu di bawah sumpah dapat dijatuhi hukuman penjara hingga tujuh tahun.
Jika keterangan palsu tersebut menyebabkan kerugian bagi pihak lain, hukuman dapat diperberat hingga sembilan tahun penjara. Selain itu, UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) juga mewajibkan saksi untuk memberikan keterangan yang jujur. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sanksi pidana sesuai peraturan yang berlaku.
Kasus ini menjadi ujian besar bagi integritas Bawaslu Kota Blitar. Teguran dari Hakim MK serta bantahan dari anggota Panwascam menimbulkan pertanyaan serius tentang profesionalisme lembaga pengawas pemilu ini. Jika terbukti bersalah, Roma Hudi Fitrianto tidak hanya menghadapi ancaman pidana, tetapi juga risiko runtuhnya kepercayaan publik terhadap Bawaslu di tengah proses demokrasi yang sedang berlangsung.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post