Logo

Subsidi Mobil Listrik Dihapus 2026, Produsen Peringatkan Risiko Penurunan Permintaan dan Kenaikan Harga

Catur Ariadi
Catur Ariadi
31
Subsidi Mobil Listrik Dihapus 2026, Produsen Peringatkan Risiko Penurunan Permintaan dan Kenaikan Harga

Foto: BYD

Iklan

Pemerintah telah memastikan tidak akan melanjutkan insentif untuk kendaraan listrik setelah tahun 2026. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan produsen otomotif, yang menilai insentif selama ini menjadi kunci utama lonjakan adopsi mobil listrik di Indonesia.

Sejumlah produsen menilai penghapusan subsidi ini berpotensi menaikkan harga jual mobil listrik secara signifikan, sekaligus memperlambat tren pertumbuhan penjualan yang positif dalam dua tahun terakhir.

Industri Khawatir Penjualan EV Melemah

Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, Luther Panjaitan, menyatakan bahwa insentif pemerintah terbukti efektif menurunkan harga mobil listrik, membuatnya lebih terjangkau bagi konsumen.

“Tentunya kita juga harus akui bahwa salah satu motor atas tren positif dari EV ini adalah insentif dan policy yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujar Luther di Sentul, Bogor, Kamis (11/12/2025).

Menurutnya, tanpa keberlanjutan kebijakan tersebut, pertumbuhan pasar mobil listrik bisa melambat. BYD sendiri mengaku kurang optimistis tren pertumbuhan pesat tahun ini dapat berlanjut pada 2026 jika insentif dihentikan.

“Kami masih berharap policy itu bisa diperpanjang,” imbuhnya, seraya menyebut praktik di negara lain yang justru menambah stimulus EV saat pasar tumbuh positif.

Pemerintah: Industri Sudah Cukup Kuat

Di sisi lain, pemerintah menilai industri otomotif Indonesia saat ini sudah cukup stabil untuk mandiri tanpa tambahan insentif fiskal. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan bahwa mulai 2026, tidak ada lagi insentif otomotif yang diberikan pemerintah.

“Insentif tahun depan tidak ada, karena industrinya sudah cukup kuat,” kata Airlangga di Tangerang, belum lama ini.

Pernyataan ini didasarkan pada tingginya investasi pabrikan asing, pertumbuhan penjualan, serta peningkatan kapasitas produksi domestik yang menunjukkan pasar EV telah memasuki fase yang lebih matang.

Pemerintah Tiadakan Insentif Otomotif 2026, Harga Mobil Listrik dan Hybrid Diprediksi Naik

Hingga akhir 2025, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 10% masih berlaku untuk mobil listrik. Insentif ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025, yang meringankan PPN bagi mobil listrik produksi lokal dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40%.

Melalui skema ini, konsumen hanya membayar PPN 1% dari total 11%. Kebijakan ini terbukti ampuh menurunkan harga jual mobil listrik dan mendongkrak penjualan berbagai model EV yang dirakit di dalam negeri.

Data industri menunjukkan efek insentif sangat terasa. Pada periode 2024-2025, pertumbuhan penjualan mobil listrik meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan dua tahun sebelumnya. Namun, pelaku industri kini diliputi kekhawatiran momentum tersebut akan merosot ketika insentif berakhir.

Tantangan Harga dan Kesiapan Pasar

Jika insentif PPN DTP hilang, harga mobil listrik berpotensi naik antara Rp20 juta hingga lebih dari Rp60 juta, tergantung model dan segmen. Kenaikan harga ini dikhawatirkan akan menekan daya beli konsumen, mengingat harga EV masih cenderung lebih tinggi dibandingkan mobil bermesin bensin.

Pemerintah, di lain pihak, meyakini efisiensi produksi dan peningkatan kapasitas pabrik lokal dapat menahan lonjakan harga. Dorongan terhadap ekosistem baterai dan hilirisasi nikel juga diharapkan dapat menekan biaya produksi EV dalam jangka panjang.

Hingga kini, belum ada proyeksi resmi mengenai dampak penghentian insentif terhadap penjualan EV pada 2026. Namun, pelaku industri menyatakan tren pasar akan sangat bergantung pada stabilitas harga, percepatan pembangunan infrastruktur pengisian daya, serta komitmen jangka panjang pemerintah terhadap elektrifikasi kendaraan.

Iklan
Iklan