Kebijakan BBM E10 Berlaku 2026, Pemilik Kendaraan Lama Perlu Tahu Ini
Pemerintah menargetkan penggunaan wajib bahan bakar minyak bercampur 10% etanol (E10) pada 2026. Kebijakan ini bagian dari upaya transisi energi untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menurunkan emisi karbon.
Pengumuman itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, yang menyebut rencana penggunaan bensin campur 10 persen etanol atau metanol. Pemerintah juga menyiapkan peningkatan kadar biodiesel dari B40 menjadi B50 pada tahun yang sama untuk memperkuat ketahanan energi.
Penerapan BBM E10 dilengkapi rencana peta jalan yang disusun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Peta jalan mencakup pembangunan industri pengolahan etanol berbahan baku lokal seperti tebu dan singkong.
Sebelum wajib, pemerintah melanjutkan uji pasar campuran etanol 5% (E5) melalui produk Pertamax Green 95 hingga 2026 sebagai tahap transisi.
Dampak BBM E10 Untuk Kendaraan
Lantas apa dampaknya bagi pemilik kendaraan bermotor? Pakar bahan bakar dari Institut Teknologi Bandung, Tri Yus Widjajanto, menyatakan penambahan etanol kecil, misalnya E3,5, tidak mempengaruhi performa mesin secara berarti.
“Kalau dihitung dari kandungan energinya, penurunan sangat kecil, hanya sekitar 1% dari bensin murni. Jadi secara praktik, pengemudi tidak akan merasakan perbedaan pada akselerasi maupun kecepatan puncak,” kata Tri kepada Kompas.com.
Tri menambahkan mesin modern, terutama yang diproduksi setelah 2010, umumnya dirancang kompatibel dengan bahan bakar beretanol hingga E10.
Di sisi lain, Pakar otomotif ITB Yannes Martinus Pasaribu memperingatkan kendaraan produksi sebelum 2010 bisa menghadapi masalah jika menggunakan E10.
“Pada kendaraan berteknologi lama umumnya produksi sebelum 2010, materialnya belum comply etanol dalam persentase lebih dari 5 persen (E5), terutama pada bahan-bahan karet yang dipakai pada saluran BBM-nya, akibatnya, penutup dan pipa karetnya dapat cepat getas dan bisa menyebabkan kebocoran bahan bakar,” ujar Yannes seperti dikutip AntaraNews.com.
Selain itu, tangki bahan bakar berbahan logam tanpa lapisan khusus berisiko korosi karena etanol menyerap air. Perangkat pengendali mesin (ECU) pada model lama juga mungkin belum adaptif sehingga tidak dapat mengatur timing pembakaran secara optimal.
Penerapan E10 di Indonesia sejalan dengan tren global. Lebih dari 70 negara telah menerapkan pencampuran etanol dalam bahan bakar untuk mendukung dekarbonisasi sektor transportasi, menurut catatan pemerintah.
Dengan persiapan industri dan uji pasar yang berlanjut, pemerintah berharap implementasi E10 dapat berjalan lancar sekaligus memberi manfaat lingkungan dan efisiensi energi nasional.