Imbas Skandal Dokumen Palsu, Trio Naturalisasi Timnas Malaysia di JDT Kena Larangan Main di Liga

Sumber: Joao Figueiredo
Gelombang skandal pemalsuan dokumen di tubuh sepak bola Malaysia kini merembet ke skuat klub papan atas Johor Darul Ta’zim (JDT). Tiga pemain JDT dinyatakan tidak bisa tampil di kompetisi Liga Malaysia selama sanksi dari FIFA berjalan, memicu kepanikan di kalangan suporter dan manajemen klub.
Langkah ini merupakan bagian dari keputusan yang lebih luas menyangkut tujuh pemain naturalisasi Timnas Malaysia yang diduga terlibat pemalsuan dokumen. Sanksi berupa skorsing dan denda menimbulkan konsekuensi langsung bagi klub-klub tempat para pemain tersebut bernaung.
Siapa saja pemain yang diskors?
Tiga nama dari JDT yang terkena dampak adalah Joao Figueiredo, Jon Irazabal, dan Hector Hevel. Mereka termasuk dalam daftar tujuh pemain senior Timnas Malaysia yang menerima sanksi dari FIFA.
- Joao Figueiredo
- Jon Irazabal
- Hector Hevel
- Gabriel Palmero
- Facundo Garces
- Rodrigo Holgado
- Imanol Machuca
Skorsing, denda, dan dasar pelanggaran
FIFA menjatuhkan hukuman skorsing selama 12 bulan kepada ketujuh pemain tersebut. Selain larangan bermain, masing-masing menerima denda sebesar 10.570 Ringgit Malaysia atau setara Rp41.759.071.
Hukuman itu dikeluarkan setelah adanya dugaan pelanggaran terhadap Pasal 22 Kode Disiplin FIFA (FDC)</em) terkait pemalsuan dokumen. “MFL hari ini mengonfirmasi telah menerima pemberitahuan resmi dari Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM) terkait keputusan FIFA untuk menskors tujuh pemain senior selama 12 bulan,” demikian pemberitaan media Malaysia, Berita Harian edisi Senin (29/9/2025).
Dampak terhadap klub pemilik pemain
Kasus ini telah menimbulkan efek domino pada klub-klub tempat pemain bernaung. Facundo Garces dicoret dari Deportivo Alaves di Spanyol, sementara Imanol Machuca dikeluarkan sementara dari skuad Velez Sarsfield di Argentina.
Badan Liga Sepak Bola Malaysia (MFL) menegaskan ketiga pemain JDT tidak dapat tampil di kompetisi M-League mana pun selama masa skorsing. Tindakan lanjutan akan menunggu proses banding yang dilakukan FAM dan keputusan akhir dari FIFA.
Kemenangan Timnas Malaysia terancam dicabut
Selain hukuman individu, Timnas Malaysia menghadapi risiko pembatalan hasil pertandingan yang melibatkan para pemain naturalisasi bermasalah. Ada dua laga resmi yang menjadi sorotan, yakni kemenangan 2-0 atas Nepal dan 4-0 atas Vietnam pada putaran ketiga Kualifikasi Piala Asia 2027.
Jika FIFA menganggap penggunaan pemain itu melanggar regulasi, hasil kedua pertandingan tersebut bisa dibatalkan dan kemenangan bisa diberikan kepada Nepal dan Vietnam.
Pelajaran dari pengalaman negara lain
Kasus ini mengingatkan negara-negara yang aktif melakukan naturalisasi untuk berhati-hati dan mengikuti prosedur FIFA. Proses administrasi dan syarat tinggal sering kali menjadi penentu apakah seorang pemain bisa mewakili negara secara sah di kompetisi internasional.
Contohnya, Vietnam sempat menunda penampilan Nguyen Xuan Son di awal Piala AFF 2024 sampai terpenuhi syarat lima tahun tinggal menurut aturan FIFA. Laporan menyebut, “Contohnya, Vietnam tidak bisa langsung menurunkan Nguyen Xuan Son di awal Piala AFF 2024, dan baru bisa memainkannya melawan Myanmar setelah Son memenuhi syarat lima tahun tinggal sesuai aturan FIFA,” bunyi laporan Vietnamnews.vn.
Satu kasus lain di Vietnam juga menunjukkan panjangnya proses legalisasi dokumen kewarganegaraan. “Dalam kasus Cao Quang Vinh (sebelumnya Jason Quang Vinh Pendant), meski sang pemain memiliki ibu berkewarganegaraan Vietnam, ia tetap harus menunggu hingga dokumen kewarganegaraan ibunya disahkan pemerintah, proses yang memakan waktu satu tahun sejak ia mulai bermain di Vietnam pada 2024.”
Prosedur ketat serupa juga diterapkan di Indonesia, di mana proses naturalisasi melibatkan verifikasi data oleh PSSI dan pemerintah sebelum status kewarganegaraan dianggap sah. “Indonesia pun melalui prosedur ketat. Para pemain keturunan harus menjalani proses naturalisasi selama enam bulan, dan seluruh data diverifikasi baik oleh PSSI maupun pemerintah Indonesia sebelum sah menjadi WNI.”
