Harga Bitcoin Stagnan di US$90.000, Pasar Kripto Tunggu Kepastian Pemangkasan Suku Bunga The Fed

Sumber: pixabay.com
Pasar kripto global menunjukkan sinyal penguatan tipis dalam 24 jam terakhir. Namun, raja aset digital Bitcoin (BTC) masih bergulat di level psikologis US$90.000. Kondisi ini mencerminkan kehati-hatian investor yang menanti kepastian kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed).
Meskipun ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed semakin menguat, sentimen positif tersebut belum mampu memicu aksi beli agresif yang signifikan. Akibatnya, pergerakan harga Bitcoin cenderung terbatas, menandai fase konsolidasi di tengah ketidakpastian.
Bitcoin Bergerak Terbatas, Kapitalisasi Pasar Kripto Menguat
Menurut data dari Coinmarketcap pada Senin (1/12/2025) pukul 06.25 WIB, kapitalisasi pasar kripto global tercatat naik 0,52%, mencapai angka US$3,1 triliun. Bitcoin, sebagai aset kripto dengan kapitalisasi terbesar, hanya membukukan penguatan tipis 0,05% dalam rentang 24 jam terakhir.
Harga Bitcoin saat ini bertengger di US$90.875 per koin, atau sekitar Rp1,51 miliar dengan asumsi kurs Rp16.647 per dolar AS. Kenaikan yang minim ini mengindikasikan fase konsolidasi pasar setelah mengalami koreksi cukup dalam sepanjang bulan sebelumnya.
Aset kripto utama lainnya menunjukkan pergerakan yang bervariasi. Ethereum (ETH) berhasil naik ke US$3.019, Binance Coin (BNB) menguat menjadi US$884, dan Solana (SOL) diperdagangkan di US$136. Di sisi lain, Dogecoin (DOGE) mengalami penurunan menjadi US$0,14, sementara XRP melemah ke US$2,17.
Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga Melonjak, Bitcoin Tetap Tertahan
Dilansir dari CoinTelegraph, harga Bitcoin kembali tertahan di kisaran US$90.000, meskipun ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed semakin menguat. Data dari CME Group bahkan menunjukkan probabilitas pemotongan suku bunga pada 10 Desember telah melonjak signifikan menjadi 87%, naik dari 71% sebelumnya.
Penguatan ekspektasi ini didorong oleh laporan Departemen Tenaga Kerja AS yang mencatat kenaikan klaim pengangguran berkelanjutan menjadi 1,96 juta pada pekan yang berakhir 15 November. Angka ini mengindikasikan adanya pelemahan di pasar tenaga kerja Amerika Serikat.
Ironisnya, sentimen makroekonomi yang positif tersebut belum mampu mendorong kenaikan harga Bitcoin secara substansial. Pasar derivatif BTC justru menunjukkan indikasi kehati-hatian yang masih dominan di kalangan investor.
Pasar Derivatif Bitcoin Perlihatkan Sikap Konservatif
Di pasar derivatif, premi kontrak berjangka bulanan Bitcoin tetap stagnan di angka 4%, tidak berubah dari pekan sebelumnya. Angka ini jauh di bawah kisaran normal 5-10% yang biasa terlihat dalam kondisi pasar bullish.
Kondisi ini mencerminkan minimnya minat investor untuk membuka posisi long dengan leverage, terutama setelah Bitcoin mengalami koreksi harga sekitar 18% dalam 30 hari terakhir. Kekhawatiran akan volatilitas masih membayangi.
Selain itu, volume opsi put (jual) di pasar opsi tercatat jauh lebih tinggi dibandingkan opsi call (beli) pada akhir pekan lalu. Meskipun rasio put-call premium telah membaik dibanding sentimen ekstrem pada 21 November, level saat ini masih jauh dari 1,3x atau lebih rendah yang menandakan situasi netral.
Arus Masuk ETF Bitcoin Spot Melemah, Institusi Tahan Diri
Arus masuk ke ETF Bitcoin spot menunjukkan pelemahan signifikan, dengan hanya membukukan sekitar US$70 juta pada pekan yang berakhir 28 November. Angka ini tergolong kecil jika dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya yang lebih masif.
Situasi ini diperparah dengan tidak adanya perusahaan besar yang tercatat menambah porsi kepemilikan Bitcoin sebagai aset cadangan mereka dalam dua pekan terakhir. Data dari CoinGlass mengonfirmasi bahwa aktivitas pembelian oleh institusi relatif stagnan.
Sementara itu, pergerakan 1.163 BTC dari alamat yang diduga terkait dengan SpaceX menuju dua alamat baru memicu spekulasi di kalangan pelaku pasar mengenai potensi penjualan. Namun, belum ada konfirmasi resmi apakah perpindahan ini berkaitan dengan rotasi kustodian atau murni karena faktor teknis lainnya.
Sentimen Makro Positif: Emas dan Saham Teknologi Menguat
Di tengah libur Thanksgiving, Presiden AS Donald Trump kembali menegaskan rencana pemotongan besar pajak penghasilan yang akan didanai melalui tarif impor. Kebijakan ini diperkirakan dapat menekan utang pemerintah AS, yang seringkali menjadi katalis positif bagi aset langka seperti emas dan Bitcoin.
Efeknya, harga emas tercatat naik 3,8% dalam sepekan terakhir, dan perak bahkan berhasil mencetak rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) terbaru.
Di sektor lain, teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) kembali menunjukkan performa gemilang. Setelah Google memperkenalkan chip TPU terbarunya yang membuat model Gemini unggul dalam berbagai benchmark dengan konsumsi energi lebih rendah, saham Alphabet (GOOG) melonjak 6,8% dalam sepekan. Kenaikan ini turut mengimbangi sentimen terkait prospek pertumbuhan Nvidia (NVDA).
Korelasi Bitcoin Melemah, Pasar Fokus Level Psikologis Krusial
Meskipun sentimen makroekonomi secara umum mendukung, pergerakan harga Bitcoin justru menunjukkan kecenderungan yang semakin independen dari pasar saham teknologi. Korelasi BTC dengan indeks-indeks besar terus menurun, mengindikasikan bahwa fase konsolidasi saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh dinamika internal pasar kripto itu sendiri.
Para analis menilai, selama Bitcoin mampu bertahan kokoh di atas level US$90.000, peluang untuk kembali ke tren bullish masih terbuka lebar. Namun, ada beberapa faktor krusial yang harus terpenuhi, antara lain:
- Arus masuk ke ETF Bitcoin harus kembali menunjukkan peningkatan signifikan.
- Sentimen di pasar derivatif perlu beralih menjadi lebih agresif.
- The Fed benar-benar merealisasikan pemangkasan suku bunga, yang akan menyalurkan likuiditas tambahan ke pasar.
Semakin lama Bitcoin mampu mempertahankan posisinya di atas level psikologis US$90.000, semakin kuat pula keyakinan pasar bahwa BTC berpotensi menembus US$100.000, atau setara Rp1,66 miliar.
