
Image via: xiaomitime.com
Persaingan di pasar sistem operasi seluler pada tahun 2025 telah bergeser dari sekadar kompetisi perangkat keras. Kini, era baru didominasi oleh integrasi kecerdasan buatan (AI), pengembangan ekosistem, dan optimalisasi desain. Tiga pemain utama yang memegang filosofi berbeda dalam arena ini adalah Xiaomi HyperOS 3, Samsung One UI 8, dan Apple iOS 26.
Ketiga sistem operasi ini mengusung prinsip kerja yang berbeda. Apple mengedepankan pendekatan yang berpusat pada desain (Design Centric), Samsung dengan pendekatan cerdas berbasis utilitas (Utility Smart), sementara Xiaomi menawarkan model hibrida yang berorientasi pada ekosistem (Ecosystem Centric). Xiaomi berupaya menyelaraskan desain berkualitas dengan fleksibilitas terbuka.
Filosofi dan Inovasi Masing-Masing OS
Apple iOS 26: Paradigma ‘Liquid Glass’
Transformasi visual di iOS 26 diklaim begitu radikal hingga dijuluki Liquid Glass. Perubahan ini merupakan yang paling dramatis sejak iOS 7, dengan antarmuka semi-transparan yang meniru optik kaca, memantulkan dan membiaskan cahaya secara dinamis.
Meskipun efek estetisnya memukau, keluhan pengguna terkait keterbacaan membuat Apple merilis pembaruan iOS 26.1 dengan fitur Tinted Mode. Ini merupakan langkah langka bagi Apple, yang kerap mengutamakan estetika di atas utilitas.
Samsung One UI 8: Kecerdasan Pragmatis
Pendekatan Samsung lebih menekankan pada keandalan dan integrasi kecerdasan buatan ketimbang fokus pada tampilan visual semata. Keputusan untuk tidak mengadopsi filosofi desain Material 3 Expressive dari Google memperkuat gestur kemandirian Samsung.
Fokus utama One UI 8 adalah pada keandalan dan fitur produktivitas seperti Knox, DeX, dan AI Agents. Hal ini menegaskan posisi One UI 8 sebagai sistem operasi yang berdiri sendiri.
Xiaomi HyperOS 3: Hibrida Premium
Berdasarkan visi perusahaan Human × Car × Home, HyperOS 3 melanjutkan inisiatif Xiaomi dengan memadukan fleksibilitas estetika dan konektivitas cerdas antar berbagai perangkat, mulai dari ponsel pintar, peralatan rumah tangga hingga mobil.
HyperOS 3 memadukan fitur antarmuka elegan yang terinspirasi dari iOS dengan fleksibilitas yang ditawarkan oleh sistem operasi Android. Sistem operasi baru ini menampilkan ikon membulat, efek buram yang halus, serta HyperIsland.
HyperIsland merupakan nama dari Xiaomi untuk fitur yang mirip dengan Dynamic Island pada perangkat pesaing. Antarmuka yang dihadirkan akan terasa familiar bagi pengguna iOS, namun tetap berakar kuat pada Android.
Perbandingan Fitur Unggulan
Control Center: Kebebasan vs. Penyempurnaan
Apple iOS 26 menawarkan kustomisasi penuh pada Control Center, memungkinkan pengguna memindahkan, mengubah ukuran, dan mengatur ubin. Ini adalah langkah besar pertama Apple menuju personalisasi.
Samsung One UI 8.5 membawa personalisasi lebih jauh dengan memungkinkan pengubahan ukuran tombol, yang sangat dioptimalkan untuk pengguna tingkat lanjut. Sementara itu, Xiaomi HyperOS 3 menawarkan kecanggihan visual namun dengan kustomisasi yang dirasa masih terbatas.
Home Screen Intelligence
Samsung mengubah peluncurannya menjadi ‘AI-powered query hub’ melalui Finder AI, yang mendukung berbagai model AI seperti Gemini dan Gauss AI. Perusahaan ini juga memodifikasi peluncur untuk menekankan Personal Aesthetic Control, termasuk penempatan widget dan fitur On-Device Apple Intelligence.
Xiaomi melalui HyperAI memperkaya peluncurannya menjadi pusat kontrol ekosistem. Fitur ini mampu menghubungkan ponsel, tablet, dan perangkat pintar di sekitar ruang hidup pengguna. Selain itu, teknologi ini menawarkan fungsi seperti penulisan AI, pengenalan gambar, dan transkripsi suara.
Animasi dan Navigasi: Sensasi Kecepatan
iOS 26 mengadopsi efek fisika Jelly Effect yang mensimulasikan gerakan realistis. HyperOS 3 mencapai kelancaran yang mendekati iOS dengan transisi responsif, terutama pada model unggulan. Namun, performa animasi dapat bervariasi antar tingkatan perangkat keras.
Samsung One UI 8 mengutamakan kecepatan dan konsistensi, memprioritaskan responsivitas di atas ekspresi estetis.
Strategi Update
Apple mendominasi dalam menggulirkan pembaruan secara simultan, meluncurkan pembaruan iOS secara global ke semua perangkat yang memenuhi syarat pada hari pertama. Samsung memimpin dalam keberlanjutan perangkat lunak, menawarkan dukungan hingga tujuh tahun untuk model unggulan.
Xiaomi, di sisi lain, menerapkan strategi pendistribusian update yang luas, menargetkan berbagai macam perangkat di berbagai segmen harga. Hal ini mencerminkan komitmennya pada inklusivitas, bukan eksklusivitas.
Persaingan sistem operasi pada tahun 2025 lebih merupakan pertarungan filosofi. Apple menyempurnakan keindahan dan emosi. Samsung menguasai fungsi dan kontrol. Sementara Xiaomi menyeimbangkan kesatuan ekosistem dengan kebebasan pengguna.
