Logo

Gennaro Gattuso Kritik Format Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang Dianggap Merugikan Eropa

Mamet Janzuke
Mamet Janzuke
18 November 20250
Gennaro Gattuso Kritik Format Kualifikasi Piala Dunia 2026 Yang Dianggap Merugikan Eropa

Sumber: AFP/Andreas SOLARO

Iklan

Pelatih Timnas Italia, Gennaro Gattuso, kembali memunculkan perdebatan mengenai format Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Eropa. Komentarnya muncul pada akhir pekan lalu, sebelum Italia menelan kekalahan telak 1-4 dari Norwegia pada laga kualifikasi yang membuat mereka harus melalui jalur play-off.

Kekalahan tersebut memperburuk tekanan yang dirasakan Italia, mengingat Gli Azzurri telah dua kali gagal lolos ke Piala Dunia 2018 dan 2022 setelah tumbang di babak play-off. Italia sebenarnya tampil cukup baik di fase grup dengan meraih enam kemenangan dari delapan pertandingan. Namun, hasil tersebut tetap tidak cukup untuk menempatkan mereka sebagai juara grup.

Dengan hanya finis sebagai runner-up, Italia harus menjalani dua laga play-off yang sifatnya satu pertandingan tunggal, sebuah risiko besar bagi tim besar dengan sejarah panjang seperti mereka.

Piala Dunia 2026 yang akan diselenggarakan di Kanada, Meksiko, dan Amerika Serikat menjadi edisi pertama yang diikuti 48 negara. Meski kuota global meningkat, proses kualifikasi di Eropa tetap ketat, dan hal inilah yang menjadi sorotan utama Gattuso.

Pernyataan Gattuso yang Memicu Perdebatan

Dalam konferensi pers, Gattuso menyoroti perubahan besar dalam format kualifikasi FIFA. Ia mengatakan bahwa di era sebelumnya, beberapa runner-up terbaik bisa langsung lolos ke putaran final, berbeda dengan sistem saat ini yang memaksa semua peringkat dua grup masuk jalur play-off.

Menurut Gattuso, kondisi tersebut merugikan Italia. “Enam kemenangan Italia? Itu harus ditanyakan kepada pihak yang membuat aturan,” katanya. Ia menyinggung pula peningkatan jumlah slot untuk Afrika dari dua tim pada 1990 menjadi sembilan tim di edisi 2026, serta kuota enam tim yang langsung lolos dari Amerika Selatan.

Gattuso juga menilai bahwa persaingan di zona UEFA jauh lebih ketat dibandingkan konfederasi lain. “Di Amerika Selatan, enam dari sepuluh tim langsung ke Piala Dunia. Yang ketujuh bahkan hanya menghadapi tim dari Oseania. Di sini (Eropa) semuanya lebih sulit,” ujarnya.

Namun, sejumlah pernyataan Gattuso tidak sepenuhnya tepat. Misalnya, pada Piala Dunia 1994, Afrika mengirim tiga wakil, bukan dua. Selain itu, runner-up UEFA pada tahun 1990 tidak semuanya otomatis lolos—Denmark gagal meski menjadi salah satu peringkat dua terbaik.

Memahami Sistem Kualifikasi UEFA Saat Ini

Untuk menilai adil atau tidaknya sistem, penting memahami konteks di UEFA. Jumlah negara anggota UEFA meningkat signifikan sejak 1990, dari 32 peserta kualifikasi menjadi 54 peserta saat ini. Sementara itu, kuota Eropa hanya 16 tiket otomatis, terlepas dari total peserta Piala Dunia yang kini membengkak menjadi 48 tim.

Situasi ini membuat UEFA harus berkompromi dengan kalender internasional. Jika menggunakan grup besar berisi enam atau tujuh tim, jumlah matchday akan melampaui slot pertandingan yang tersedia. Karena itu, UEFA membentuk grup kecil berisi empat hingga lima tim sehingga kualifikasi tetap bisa dijalankan dalam kalender yang ketat.

Italia masuk sebagai unggulan pertama di grupnya namun bertemu Norwegia yang sedang berkembang. Pada akhirnya, Italia kalah dua kali dari Norwegia dengan agregat 1-7, faktor yang turut menentukan posisi akhir mereka.

Apakah Zona Amerika Selatan Terlalu Mudah?

Gattuso juga membandingkan zona CONMEBOL, yang memberikan enam tiket langsung dari total sepuluh tim. Secara persentase, zona tersebut memang memberikan peluang lolos yang jauh lebih besar ketimbang UEFA. Akan tetapi, kekuatan tim di Amerika Selatan relatif merata. Bolivia, tim dengan peringkat terendah, masih berada di urutan 76 dunia. Delapan dari sepuluh tim berada di 50 besar ranking FIFA.

Sebaliknya, UEFA memiliki lebih banyak variasi kekuatan, dari tim elit hingga tim yang berperingkat jauh di bawah Bolivia. Meski demikian, banyak pihak tetap menilai bahwa beban kompetitif di Eropa memang lebih berat dibandingkan zona lain.

Selain itu, tim Amerika Selatan menghadapi tantangan perjalanan yang tidak ringan. Mereka memainkan 18 laga dalam dua tahun dengan jarak perjalanan antarnegara yang sangat jauh, ditambah kondisi geografis ekstrem seperti ketinggian La Paz di Bolivia.

Afrika dan Asia dalam Perbandingan Kuota

Kritik Gattuso juga menyentuh Afrika yang kini mendapat sembilan slot. Secara peringkat, hanya beberapa tim Afrika yang berada di 50 besar dunia. Namun, kompetisi di benua tersebut semakin kompetitif, dengan negara-negara seperti Maroko, Senegal, dan Pantai Gading rutin tampil kuat di turnamen internasional.

Sebaliknya, Asia justru menjadi contoh paling kontroversial. Meski hanya empat tim Asia yang berada di 50 besar FIFA, mereka mendapat delapan slot otomatis persentase yang lebih besar dari kualitas rata-rata pesertanya.

Penilaian Akhir: Ada Benarnya, Tapi Tidak Sepenuhnya

Keluhan Gattuso tidak sepenuhnya salah. Italia memang menghadapi tekanan besar dan sistem baru membuat peluang tim-tim besar terancam jika tampil tidak konsisten. Namun, kritiknya menjadi kurang kuat karena beberapa perbandingan yang ia gunakan tidak akurat.

Iklan
Iklan