DM – Kejati Kepri resmi menetapkan dua orang tersangka, dalam kasus dugaan korupsi pembangunan polder pengendali Banjir di Jalan Pemuda, Kelurahan Tanjung Ayun Sakti Tanjungpinang.
Dua tersangka itu ialah KA (inisial) selaku Direktur PT. Belimbing Sriwijaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial P. Merek ditetapkan tersangka pada Kamis (14/3/2024) kemarin.
Kasi Penkum Kejati Kepri, Denny Anteng Prakoso mengatakan, penetapan tersangka itu usai penyidik melakukan serangkaian pemeriksaan dan mengumpulkan alat bukti.
“Sehingga penyidik menetapkan KA dan P PPK sebagai tersangka. Merujuk pada Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print–295/L.10.5/Fd.1/03/2024 tanggal 14 Maret 2024 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: Print – 296/L.10/Fd.1/03/2024 tanggal 14 Maret 2024,” ujar Denny, Jumat (15/3/2024).
Usai menjalani pemeriksaan, Kejati Kepri memutuskan untuk melakukan penahanan terhadap kedua tersangka tersebut selama 14 hari ke depan, di Rutan Kelas 1 Tanjungpinang.
Denny menerangkan, berdasarkan hasil audit dari BPKP Perwakilan Provinsi Kepri, perbuatan dugaan korupsi yang dilakukan tersangka menimbulkan kerugian negara mencapai Rp.931.751.880.
“Berdasarkan DIPA Nomor : DIPA-033.06.1.498046/2021 tanggal 23 Nopember 2020 pada Kementerian PUPR Satuan Kerja SNVT Pelaksanaan Jaringan Sumber Air Sumatera IV Provinsi Kepulauan Riau terdapat pekerjaan Pembangunan Polder Pengendalian Banjir di Jalan Pemuda dengan nilai Rp.22,2 Miliar,” kata Denny.
Kemudian pada 27 Januari 2021, Kelompok Kerja Pemilihan 21 BP2JK Wilayah Kepulauan Riau TA 2021, PT. Belimbing Sriwijaya harga penawaran terkoreksi Rp 16.341.433.271,18 ditetapkan sebagai pemenang.
Lalu pada 11 Febari 2021, dilakukan Permohonan Penairan Uang Muka sebesar 20 persen dari nilai Kontrak yaitu Rp. 3.268.286.654. Kemudian pada 16 Februari 2021 uang masuk ke Rekening PT Belimbing Sriwijaya sebesar Rp 2.882.034.594.
“Tersangka KA mensubkontrakan pekerjaan, dengan kesepakatan melakukan pembersihan lokasi, pekerjaan Galian dengan alat berat. pemasangan cerucuk dengan alat berat dan pekerjaan timbunan tanah didatangkan dan dipadatkan,” kata Denny.
Selanjutnya pada 29 April 2021, penyedia mengajukan pencairan termin satu sebesar 15 persen dengan nilai Rp 2.328.654.241. Berdasarkan laporan konsultan supervisi, telah terjadi deviasi sebesar 9,32 persen.
Sesuai dengan Curva-S untuk rencana progres pekerjaan pada bulan Agustus 2021 minggu ke-26 yaitu 50,01 persen. Akan tetapi realisasi hanya 20,74 persen sehingga terjadi Deviasi -30,2 persen.
“Sehingga PPK mengeluarkan surat teguran ke-2 ke pada penyedia, kemudian dilakukan SCM-2 pada tanggal 16 Agustus 2021,” tambahnya.
Kemudian pada 6 September 2021, penyedia mengajukan permohonan pencairan termin ke-2 sebesar 35 persen dengan nilai Rp 2.451.214.992. Penyedia kembali mengajukan permohonan pencairan termin ke-3 sebesar 43 persen dengan nilai Rp 980.485.996.
Pada tanggal 13 Desember 2021 dilakukan pembuktian test cass SCM-3, dari hasil pembuktian diperoleh bahwa penyedia hanya mencapai progres 1,78% dari rencana 6,39%. Kesimpulan rapat akan dilaksanakan pemutusan kontrak.
“Tersangka P menyampaikan surat pemberitahuan rencana pemutusan kontrak kepada penyedia yang akan dilaksanakan pada tanggal 31 Desember 202. Bahwa pada tanggal 31 Desember dilakukan pemutusan kontrak dengan penyedia,” pungkasnya.
Atas perbuatannya, kedua tersangka disangka melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Lalu Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penulis: Mael
Editor: Redaksi
Discussion about this post