DM – Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang memerintahkan penyidik Polda Kepri, untuk menjerat semua yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi Bantuan Sosial (Bansos), senilai Rp. 87 Miliar.
Hal ini disampaikan Ketua Majelis Hakim, Anggalanton Boang Manalu saat sidang menanggapi Justice Colaborato (JC), yang diajukan terdakwa Tri Wahyu Widadi melalui Penasihat Hukumnya, Jefri Idham.
Dalam sidang tersebut, Ketua Majelis Anggalanton dan dua Hakim Anggota, Siti Hajar Siregar dan Syaiful Arif menyatakan, bahwa JC yang diajukan terdakwa tidak diterima.
“Hakim menimbang permohonan itu tidak didukung dengan bukti-bukti yang signifikan sehingga permohonan JC tidak dapat diterima,” ujar Anggalanton di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang.
Namun, Majelis Hakim berpendapat, bahwa terhadap semua keterangan terdakwa Tri Wahyu Widadi, dapat dijadikan petunjuk bagi penyidik untuk melajukan pengembangan perkara ini korupsi Bansos APBD Tahun 2020 tersebut.
“Serta menjerat semua pelakunya yang terlibat,” tegas Anggalanton.
Menurut, Anggalanton, terdakwa Tri Wahyu terbuka dan koperatif, dan telah menyebut beberapa nama sebagaimana dalam berita acara persidangan.
Ditambah lagi, berdasarkan fakta persidangan bahwa terdakwa menerima uang tersebut, dari tersangka Muksin, yang saat ini masih DPO.
Terdakwa Tri Wahyu Widadi, kata Ketua Majelis Hakim, hanya sebagai Kabid perbendaharaan di BPKAD Kepri. Bahkan, hanya bertugas untuk memasukan data-data sebagaimana tersebut diatas yang disebutkan oleh terdakwa.
“Bahwa data-data penerima bansos itu bukan dari dirinya sendiri (Tri Wahyu Widadi) akan tetapi dari orang lain,” sebutnya.
Berdasarkan fakta persidangan tersebut, nantinya akan menjadi pertimbangan Majelis Hakim untuk menghukum terdakwa
“Dan acuan bagi penyidik untuk dapat memulihkan Kerugian Negara, yang sudah menjadi porsi masing-masing yang terlibat, tidak dibebankan ke pada terdakwa (Tri Wahyu Widadi),” tukasnya.
Peran Isdianto di Hibah Bansos
Tri Wahyu sempat membeberkan peran Mantan Gubernur Kepri Isdianto, dalam perkara dugaan korupsi Bansos tersebut.
Dia mengatakan, Bahwa dirinya selaku Kabid Anggaran di BPKAD Kepri, diperintah mantan Gubernur Kepulauan Riau Isdianto, untuk mengatur penyaluran dana hibah bansos tambahan dari APBD Perubahan Kepri sebesar Rp 51 miliar ke sejumlah organisasi.
Awalnya, besaran belanja hibah APBD Murni Provinsi Kepri 2020 itu, di floating Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kepri hanya Rp. 30 miliar.
Namun mengenai floting dana Bansos di APBD Murni 2020 itu, terdakwa mengaku tidak mengetahui. Bahkan, sebagai wakil sekretaris I Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pembahasan dana Bansos di APBD biasanya selalu dilakukan di TAPD.
Dalam proses penyusunan belanja hibah yang dilaksanakan BPKAD, Tri juga melibatkan Bapeda (saat ini Baperinlitbang-red) demikiaan juga untuk Dana Pokir, Pilkada dan Dana BOS.
Sedangkan untuk pencairan dana hibah dan Bansos, diakui Tri Wahyu, jika sebelumnya di ploting dahulu anggaranya di DIPA-APBD. baru setelah itu dihimpun proposal penerimanya untuk disalurkan.
Dan penyusunan belanja hibah Bansos APBD sendiri, dialokasikan di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BPKAD Kepri.
Selain itu Tri menyampaikan pernah dipanggil Gubernur Kepri, Isdianto, untuk menyusun nama organisasi yang akan menerima dana hibah tersebut.
Isdianto juga disebut memberikan rekapan data nama-nama organisasi penerima dana hibah dari APBD tahun 2020 Provinsi Kepri itu.
“Kata Gubernur (Isdianto), bagaimana caranya masyarakat ini harus mendapatkannya karena untuk Pilkada,” jelasnya.
Namun karena bukan kapasitasnya, sehingga permintaan Gubernur untuk penambahan dana Hibah di APBD Perubahan tahun 2020 itu, disampaikan ke pimpinannya, Kadis BPKAD Kepri. Tetapi oleh Kadis BPKAD Kepri saat itu, menyarankan untuk membahasnya di tim TAPD-APBD Kepri saja.
Diketahui, Para terdakwa dugaan korupsi tersebut ialah Tri Wahyu Widadi, Suparman, Arif Agus Setiawan, Mustofa Sasang dan Muhammad Irsyadul Fauzi. Mereka divonis pidana penjara selama 4 sampai 5 tahun.
Sidang vonis lima terdakwa tersebut dibacakan di PN Tanjungpinang, pada Kamis (12/1/2023). Mereka dinyatakan bersalah, sebagaiaman dakwaan primair, Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Korupsi juncto Pasal 55 KUHP.
Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim, Anggalanton Boang Manalu menyatakan terdakwa Suparman dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider satu bulan kurungan.
Suparman juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp. 36,5 juta subsider enam bulan penjara. Selanjutnya terdakwa Arif Agus Setiawan, dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp. 200 juta subsider satu bulan penjara.
Terdakwa Mustofa Sasang, juga divonis 4 tahun enam bulan penjara dan denda Rp. 200 juta subsider satu bulan penjara, serta uang pengganti Rp. 38 juta subsider enam bulan penjara.
“Terdakwa Muhammad Irsyadul Fauzi divonis 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider satu bulan, serta uang pengganti dengan nihil,” ujar Anggalanton dalam amar putusannya.
Sementara, terdakwa Tri Wahyu Widadi divonis 5 tahun penjara dan denda Rp. 250 juta subsider dua bulan penjara, serta uang pengganti dengan nihil.
Mendengar amar putusan ini, masing-masing penasihat hukum terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir, untuk mengajukan banding atau tidak.
Penulis : Mael
Editor: Redaksi
Discussion about this post