Reijnders Tanggapi Perbandingan dengan De Bruyne: Pujian Besar, Tapi Peran dan Kualitas Berbeda di Manchester City
Gelandang Manchester City, Tijjani Reijnders, baru-baru ini secara tegas menanggapi perbandingan dirinya dengan legenda klub sebelumnya, Kevin De Bruyne. Pemain internasional Belanda itu mengakui bahwa perbandingan tersebut adalah sebuah pujian besar, namun ia bersikeras bahwa peran dan kualitas permainannya sangat berbeda dari De Bruyne, yang telah meninggalkan klub pada pertengahan tahun ini.
Pernyataan Reijnders ini muncul menyusul gelombang perbandingan yang tak terhindarkan setelah debutnya yang impresif bersama The Citizens di Liga Inggris. Dengan kepergian Kevin De Bruyne ke Napoli pada musim panas 2025, ekspektasi publik terhadap Reijnders sebagai “De Bruyne yang baru” langsung melambung tinggi.
Awal Perbandingan dan Respons Tegas
Perbandingan antara Tijjani Reijnders dan Kevin De Bruyne mulai mencuat tak lama setelah Reijnders melakoni debutnya untuk Manchester City pada Agustus 2025, khususnya setelah pertandingan melawan Wolverhampton Wanderers. Banyak analis dan pengamat sepak bola melihat potensi dalam diri Reijnders yang dianggap mirip dengan gaya bermain De Bruyne, terutama mengingat kepergian gelandang Belgia itu yang meninggalkan kekosongan besar di lini tengah City.
Menanggapi hal tersebut, Reijnders tidak ragu untuk mengklarifikasi posisinya. “Setelah debut saya melawan Wolves, para analis membandingkan saya dengan Kevin De Bruyne. Itu jelas merupakan pujian yang sangat besar,” ujar Reijnders dalam sebuah wawancara dengan De Telegraaf. “Namun, peran saya berbeda, kualitas saya juga berbeda. City sudah memberitahu saya sejak awal, dan saya sendiri sudah sering mengatakannya: Saya bukan De Bruyne yang baru.”
Penegasan ini penting bagi Reijnders yang bergabung dengan Manchester City pada tahun 2025 setelah dua musim gemilang bersama AC Milan. Ia ingin memastikan bahwa ia diakui atas kemampuannya sendiri, bukan sebagai bayangan dari pendahulunya yang ikonik.
Identitas Gelandang “Box-to-Box”
Reijnders menjelaskan secara rinci mengenai gaya bermainnya dan posisi yang ia yakini sebagai kekuatan utamanya. Ia mendefinisikan dirinya sebagai seorang gelandang “all-round” atau “nomor delapan” yang berkarakter “box-to-box”. Peran ini menuntutnya untuk aktif bergerak di antara lini pertahanan dan serangan, memberikan kontribusi signifikan di kedua fase permainan.
Fleksibilitasnya ini telah terbukti selama waktunya di AC Milan, di mana ia mencetak 13 gol dan 7 assist dari 73 penampilan di Serie A. Di Manchester City, Reijnders telah menunjukkan adaptasi yang cepat terhadap sistem Pep Guardiola, meskipun berbeda dengan peran De Bruyne yang lebih cenderung sebagai playmaker utama di sepertiga akhir lapangan. Pada musim 2025-2026 ini, Reijnders telah menyumbangkan tiga gol dan enam assist dalam 24 penampilan untuk Manchester City di berbagai kompetisi.
Kemampuannya untuk berperan sebagai gelandang serbaguna yang bisa bermain dalam formasi tiga atau dua gelandang, bahkan terkadang sebagai gelandang serang, membuatnya menjadi aset berharga bagi Guardiola. “Saya seorang gelandang modern. Saya pemain box-to-box dan itulah yang dibutuhkan dalam sepak bola modern,” jelas Reijnders. “Dan saya selalu bugar, yang juga merupakan keuntungan. Untungnya, saya selalu tetap seperti itu dan saya berharap bisa mempertahankannya selama mungkin.”
Inspirasi dari De Bruyne, Bukan Replika
Meskipun menolak perbandingan langsung, Reijnders tidak menyembunyikan kekagumannya terhadap Kevin De Bruyne. Ia mengungkapkan bahwa De Bruyne adalah salah satu pemain yang ia idolakan dan jadikan inspirasi, terutama dalam satu aspek spesifik permainannya. “Ketika saya bertambah dewasa, saya banyak mengagumi Kevin De Bruyne,” katanya. “Saya belajar banyak dari caranya memindai area sebelum dia mendapatkan bola. Ayah saya menunjukkan itu kepada saya dan sejak saat itu saya benar-benar mulai memperhatikannya.”
Kemampuan “scanning” atau memindai lapangan sebelum menerima bola adalah kunci bagi seorang gelandang untuk selalu tahu di mana ruang kosong berada dan membuat keputusan cepat. Reijnders berusaha keras untuk mengintegrasikan aspek ini ke dalam permainannya sendiri. “Ketika Anda melihat ke depan, Anda memberi diri Anda lebih banyak waktu. Saya menerapkan itu di setiap pertandingan sekarang,” tambahnya.
Ini menunjukkan bahwa Reijnders melihat De Bruyne sebagai mentor tidak langsung untuk pengembangan keterampilannya, bukan sebagai cetak biru yang harus ia tiru secara keseluruhan. Ia mengambil pelajaran berharga dan mengadaptasinya ke dalam gaya bermainnya yang unik.
Tantangan di Manchester City
Bergabung dengan Manchester City dengan biaya transfer sekitar £46 juta atau €55 juta dari AC Milan, Reijnders menghadapi tantangan besar untuk membuktikan kualitasnya di salah satu liga paling kompetitif di dunia. Ia tiba di Etihad Stadium pada usia 27 tahun, dianggap berada di puncak performanya.
Di bawah asuhan Pep Guardiola, Reijnders diharapkan dapat terus berkembang dan menjadi gelandang yang lebih lengkap. Pelatih asal Spanyol itu dikenal piawai dalam membentuk pemain dan menyesuaikannya dengan sistem taktisnya yang ketat. Reijnders sendiri optimistis dengan prospeknya. “Selalu ada ruang untuk pengembangan, dalam hal apa pun. Terutama sebagai gelandang,” katanya. “Ada begitu banyak hal yang bisa Anda kembangkan. Saya bisa menjadi gelandang yang lebih lengkap di sana.”
Dengan identitasnya yang jelas sebagai gelandang box-to-box yang dinamis dan kemampuan adaptasinya, Tijjani Reijnders bertekad untuk mengukir namanya sendiri dalam sejarah Manchester City, bukan sebagai penerus De Bruyne, melainkan sebagai Tijjani Reijnders yang sesungguhnya. Ia ingin berkontribusi pada kesuksesan klub dengan atribut uniknya, sembari terus memenangkan trofi dan mencapai mimpinya menjadi kandidat Ballon d’Or suatu hari nanti.