Pemerintah Tiadakan Insentif Otomotif 2026, Harga Mobil Listrik dan Hybrid Diprediksi Naik

Foto: Pixabay
Wacana penghentian insentif sektor otomotif pada tahun 2026 oleh pemerintah telah memicu kekhawatiran akan lonjakan harga kendaraan listrik dan hibrida di pasar domestik. Kebijakan ini berpotensi mengubah lanskap daya beli masyarakat terhadap kendaraan ramah lingkungan yang selama ini didukung subsidi.
Pemerintah Beda Suara soal Insentif
Airlangga Hartarto secara tegas menyebut bahwa insentif untuk sektor otomotif tidak akan dilanjutkan tahun depan.
“Insentif tahun depan tidak ada, karena industrinya sudah cukup kuat,” ujar Airlangga dalam sebuah kesempatan belum lama ini.
Namun, pandangan tersebut tidak sejalan dengan Agus Gumiwang Kartasasmita. Menteri Perindustrian ini justru menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tetap menyiapkan skema insentif bagi sektor otomotif pada tahun 2026.
“Jadi memang pemerintah itu, sudah seharusnya menyiapkan insentif buat sektor otomotif di tahun 2026. Jangan tanya jenis insentif-nya, bentuk insentif-nya itu sekarang sedang kita susun,” kata Agus.
Dampak Insentif PPN DTP pada Mobil Listrik
Saat ini, pemerintah memberikan dukungan signifikan bagi kendaraan listrik melalui skema Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12 Tahun 2025, mobil listrik produksi lokal yang memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimal 40 persen berhak atas insentif ini.
Melalui kebijakan PPN DTP, konsumen hanya membayar PPN sebesar 2 persen dari tarif normal 12 persen, karena 10 persen sisanya ditanggung oleh pemerintah. Sebagai contoh, mobil listrik lokal dengan harga dasar Rp600 juta hanya dikenakan PPN Rp12 juta, jauh lebih rendah dari tarif normal Rp72 juta. Jika insentif PPN DTP dihapus, harga mobil listrik diperkirakan akan melambung signifikan, mendekati tarif PPN normal 12 persen.
Insentif PPnBM untuk Mobil Hybrid
Tidak hanya mobil listrik, kendaraan hibrida juga menikmati insentif berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pemerintah menanggung 3 persen PPnBM untuk tiga jenis mobil hibrida, yaitu full hybrid, mild hybrid, dan plug-in hybrid.
Dengan insentif ini, tarif PPnBM normal yang seharusnya berkisar 6-8 persen menjadi hanya 3-5 persen. Ilustrasinya, mobil hibrida seharga Rp500 juta yang seharusnya dikenakan PPnBM Rp30-40 juta, kini hanya perlu membayar Rp15 juta berkat insentif. Pencabutan insentif ini secara otomatis akan menambah beban biaya yang harus ditanggung konsumen.
Proyeksi Pasar dan Tantangan
Peniadaan insentif dikhawatirkan dapat memengaruhi daya beli masyarakat serta volume penjualan kendaraan listrik dan hibrida di Indonesia. Kendati demikian, Kementerian Perindustrian menegaskan komitmennya untuk menyiapkan skema insentif baru guna menjaga daya tarik kendaraan ramah lingkungan di pasar.
Ekonom otomotif menilai bahwa, meskipun insentif PPN DTP dan PPnBM memberikan keringanan, industri otomotif Indonesia kini berada pada fase krusial untuk beradaptasi dengan harga tanpa terlalu bergantung pada subsidi pemerintah.
“Industri otomotif Indonesia saat ini memang mulai mandiri, tetapi keberlanjutan insentif masih penting untuk mempercepat adopsi mobil listrik di masyarakat,” kata Fadhil, seorang analis otomotif yang kami kutip dari DetikOto, Selasa (2/12).
Jika skema insentif untuk tahun depan tidak memiliki kejelasan, harga mobil listrik dan hibrida diperkirakan akan mengalami kenaikan rata-rata 8-12 persen, dengan variasi tergantung pada model dan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) masing-masing kendaraan.
