Kisah Retaknya Hubungan Ancelotti dan Gattuso, Tak Pernah Saling Sapa Lagi

Sumber: Getty Images
Hubungan antara Carlo Ancelotti dan mantan anak asuhnya di AC Milan, Gennaro Gattuso, ternyata tidak lagi sehangat dulu. Hal ini diungkapkan langsung oleh Katya Ancelotti, putri dari pelatih legendaris Italia tersebut, dalam wawancaranya bersama Corriere della Sera.
Katya mengungkapkan bahwa hubungan ayahnya dengan Gattuso retak sejak Ancelotti dipecat dari Napoli pada akhir 2019, tepat sebelum Gattuso ditunjuk sebagai penggantinya.
Awal Persahabatan yang Penuh Kejayaan
Sebagai pemain dan pelatih, Gattuso dan Ancelotti pernah menjalin hubungan yang sangat dekat. Gattuso menjadi bagian penting dalam skuad AC Milan era keemasan Ancelotti, tim yang meraih dua gelar Liga Champions, dua Piala Super Eropa, serta sejumlah trofi domestik lainnya.
Keduanya dikenal memiliki ikatan emosional yang kuat, baik di dalam maupun di luar lapangan. Bagi Gattuso, Ancelotti bukan hanya pelatih, tetapi juga mentor dan sosok ayah di dunia sepak bola.
Namun, keharmonisan itu mulai terguncang ketika Napoli memutuskan berpisah dengan Ancelotti di pertengahan musim 2019/2020. Pada saat itu, manajemen klub, yang dipimpin Aurelio De Laurentiis, dikabarkan telah melakukan kontak dengan Gattuso untuk menggantikan sang pelatih, bahkan sebelum pemecatan diumumkan secara resmi.
Saat Kepercayaan Mulai Retak
Mengetahui rumor tersebut, Carlo Ancelotti mencoba mengonfirmasi langsung kepada Gattuso. Namun, menurut Katya, upaya itu tidak mendapat tanggapan dari pihak Gattuso.
Beberapa hari kemudian, setelah membawa Napoli meraih kemenangan 4-0 atas Genk di Liga Champions dan lolos ke babak 16 besar, Ancelotti resmi dipecat. Tak lama berselang, Gattuso diumumkan sebagai pelatih baru Napoli.
“Mereka tidak pernah berbicara lagi sejak saat itu,” ungkap Katya Ancelotti. “Ayah saya sangat kecewa dan tidak berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Rino (Gattuso) juga tidak pernah menghubunginya lagi.”
Katya menambahkan bahwa sang ayah tidak menyimpan dendam, tetapi kecewa karena kehilangan seseorang yang pernah ia anggap sebagai bagian dari keluarga.
Luka yang Tak Pernah Disembuhkan
Menurut Katya, rasa kecewa Ancelotti bukan karena kehilangan jabatan, melainkan karena merasa dikhianati oleh seseorang yang ia percayai.
“Ia tidak menyesali pemecatan itu, tetapi kecewa karena cara semuanya terjadi,” kata Katya. “Dalam dunia sepak bola, profesionalisme memang penting, tapi ayah saya selalu percaya bahwa kejujuran lebih bernilai.”
Ia juga menyinggung kemungkinan keduanya bertemu kembali di ajang besar seperti Piala Dunia mendatang. “Mungkin mereka akan bertemu di final nanti, siapa tahu? Italia dan Brasil bisa saja berhadapan. Itu akan jadi cerita menarik, mengingat terakhir kali ayah ada di final Piala Dunia adalah pada 1994 saat menjadi asisten Arrigo Sacchi,” ucap Katya dengan nada bercanda.
Dua Jalan Karier yang Berbeda
Setelah peristiwa tersebut, Carlo Ancelotti melanjutkan karier gemilangnya. Ia sukses membawa Real Madrid menjuarai Liga Champions kelimanya sebagai pelatih, sebelum menerima tantangan baru untuk menukangi tim nasional Brasil.
Sementara itu, Gennaro Gattuso menapaki jalur berbeda. Ia sempat menangani Napoli, Fiorentina, Valencia, dan Marseille, namun belum menemukan kesuksesan besar yang sepadan dengan masa jayanya di Milan.
Meski begitu, publik sepak bola Italia masih berharap keduanya bisa berdamai di masa depan. Bagi banyak penggemar, hubungan Ancelotti dan Gattuso adalah simbol dari era emas sepak bola Italia—era yang diwarnai dengan rasa hormat, kerja keras, dan solidaritas.
Namun, kisah ini juga menjadi pengingat bahwa dalam dunia sepak bola yang keras dan kompetitif, loyalitas dan kejujuran tetap menjadi nilai paling berharga, bahkan lebih dari sekadar kemenangan dan trofi.
