Jonjo Shelvey Ungkap Alasan Pindah ke Timur Tengah: Demi Masa Depan Anak, Bukan Uang
Jonjo Shelvey, mantan gelandang Timnas Inggris yang pernah bermain untuk Liverpool dan Newcastle United, memulai babak baru kariernya jauh dari sorotan Liga Inggris. Di Dubai, ia bermain untuk Arabian Falcons, klub kasta ketiga Liga Uni Emirat Arab, dalam suasana yang jauh berbeda dari keramaian stadion Eropa.
Perpindahan itu sempat menjadi bahan perbincangan setelah ia gagal mengeksekusi penalti dalam laga melawan Al Fath yang hanya dihadiri sekitar 75 penonton di Stadion Jebel Ali Shooting Club. Meski demikian, Shelvey menegaskan keputusan hijrahnya bukan soal uang.
Dari Liga Inggris ke Liga UEA
Shelvey mengaku sempat dua bulan tanpa klub setelah gagal melewati uji coba di Hull City akibat cedera hamstring. Tawaran akhirnya datang dari Harry Agombar, pelatih Arabian Falcons dan teman masa kecilnya, yang mengajak Shelvey membantu membangun klub di Dubai.
Bukan Soal Uang
Shelvey membantah spekulasi bahwa kepindahannya bertujuan mengejar bayaran besar. Ia menyebutkan realitas gaji di divisi tempatnya bermain tidak sebanding dengan citra pemain profesional top.
- Rata-rata gaji pemain di sini sekitar 2.000 pound per bulan, menurut pernyataannya.
- Ia menambahkan, saudara yang bekerja di hotel di London memiliki penghasilan yang lebih tinggi, sehingga jelas bagi Shelvey bahwa pilihan ini bukan soal uang.
“Saya sudah lihat komentar orang-orang bilang saya ke sini demi uang. Saya berpikir, uang apa? Tidak ada uang di Divisi Dua UEA,” ujarnya kepada media Inggris. “Rata-rata gaji pemain di sini sekitar 2.000 pound per bulan.
Dibandingkan dengan apa yang saya hasilkan sepanjang karier, itu tidak ada apa-apanya. Bahkan saudara saya yang kerja di hotel di London mendapat lebih banyak. Jadi jelas ini bukan tentang uang.”
Alasan Keluarga dan Keamanan
Selain sepak bola, keputusan Shelvey didorong oleh pertimbangan keluarga. Ia dan istrinya ingin anak-anak mereka tumbuh di lingkungan yang dianggap lebih aman dibanding beberapa area di Inggris.
“Saya bahagia sekarang. Saya hanya ingin menikmati sepak bola dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Jika saya jujur, saya tidak ingin anak-anak saya tumbuh di Inggris lagi,” kata Shelvey.
Ia menjelaskan kekhawatirannya soal keamanan pribadi: “Kami memang tinggal di area yang baik di Inggris, tapi di tempat asal saya, Anda tidak bisa punya barang bagus tanpa khawatir. Saya bahkan tidak akan memakai jam tangan di London sekarang. Anda tak bisa seenaknya mengeluarkan ponsel di jalan.”
Data yang ia singgung juga mencerminkan kekhawatiran publik: Kepolisian Metropolitan mencatat sekitar 80.000 ponsel dicuri di London tahun lalu, dan sejumlah kasus perampokan profil tinggi sempat mencuat.
Kenangan di Newcastle United
Meski meninggalkan Inggris, Shelvey menyimpan kenangan kuat terhadap Newcastle United, klub yang dibelanya selama tujuh tahun periode terpanjangnya di satu klub.
“Saya jatuh cinta kepada Newcastle. Sampai sekarang saya bilang, satu-satunya tempat yang ingin saya tinggali di Inggris adalah wilayah timur laut itu,” ujarnya. Ia mendorong pemain lain untuk tidak ragu jika ditawari bergabung ke Newcastle karena dukungan suporter yang luar biasa.
Rutinitas Baru dan Rencana Kepelatihan
Di Dubai, rutinitas Shelvey berubah: latihan pagi bersama Arabian Falcons dan melatih anak-anak muda pada malam hari. Ia juga tengah mengejar lisensi kepelatihan UEFA A.
Shelvey menolak memanfaatkan koneksi lamanya di Newcastle untuk mendapat magang, ia ingin meraih peluang lewat kerja keras. “Tubuh saya tidak sekuat dulu,” akunya. “Setiap kali saya berlatih, saya berpikir: apakah ini sesi latihan terakhir saya? Kalau saya cedera parah sekarang, mungkin saya akan pensiun. Tapi selama masih kuat dan fit, saya akan terus bermain.”
Meski jauh dari gemerlap Liga Inggris, Shelvey tampak menemukan keseimbangan baru di Dubai: menikmati sepak bola tanpa tekanan berlebih dan memprioritaskan waktu bersama keluarga.