Ederson Moraes Akui Tak Bahagia di Manchester City Meski Dipenuhi Banyak Trofi

Sumber: Gokhan Taner/SOPA Images/LightRocket
Kiper asal Brasil, Ederson Moraes, akhirnya berbicara jujur tentang keputusannya meninggalkan Manchester City setelah delapan musim penuh kesuksesan. Meski dihiasi 18 trofi, termasuk enam gelar Liga Inggris dan satu Liga Champions, Ederson mengaku kehilangan kebahagiaan dan semangat bermain di bawah asuhan Pep Guardiola.
Dalam wawancara bersama media Brasil, Ederson menyebut keputusannya pindah ke Fenerbahce bukan semata karena persaingan di tim, melainkan karena rasa jenuh yang sudah lama ia rasakan. “Saya sadar sudah tidak bisa menikmati sepak bola seperti dulu. Meski menang dan terus menang, saya merasa kosong,” ungkap Ederson.
Situasi semakin rumit setelah kedatangan Gianluigi Donnarumma di awal musim ini. Posisinya sebagai kiper utama mulai terancam, dan tekanan mental pun semakin besar. Menurut Ederson, keinginan untuk meninggalkan Etihad Stadium sudah muncul sejak musim lalu, namun saat itu belum terwujud.
“Musim sebelumnya saya sudah mencoba pergi, tapi tidak berhasil,” ujarnya. “Hal itu sedikit memengaruhi permainan saya. Saya kehilangan fokus dan mengalami lima cedera yang membuat kondisi saya tidak stabil.”
Cedera dan Tekanan yang Mengubah Pandangan
Dua musim terakhir di Inggris menjadi masa paling sulit dalam karier Ederson. Ia kerap diterpa cedera yang mengganggu performanya. Musim lalu, ia harus menepi dari lapangan selama 12 pertandingan, sementara di musim sebelumnya ia absen total lebih dari 100 hari karena masalah otot dan pergelangan kaki.
Cedera berulang itu bukan hanya membuatnya kehilangan tempat utama, tetapi juga menggerus motivasinya. “Saya tidak ingin terus bertahan hanya karena nama besar klub,” katanya. “Saya sudah berbicara dengan keluarga, dan kami sepakat bahwa saatnya mencari suasana baru. Tidak ada gunanya berada di klub yang sukses jika hati saya tidak bahagia.”
Ederson mengaku, setiap kemenangan di City mulai terasa hambar. Ia rindu sensasi tantangan baru dan lingkungan yang lebih menenangkan. Bagi kiper berusia 32 tahun itu, kebahagiaan menjadi hal yang jauh lebih penting daripada koleksi piala.
Awal Baru di Fenerbahce: Tantangan dan Ketenangan
Keputusan bergabung dengan Fenerbahce di Turki menjadi titik balik dalam hidupnya. Meski sempat mengalami cedera otot ringan pada Oktober lalu, Ederson kini mengaku kembali menikmati sepak bola.
“Kalau saya tetap di Manchester City, saya mungkin akan terus merasa terjebak,” ujarnya. “Sekarang saya kembali merasakan gairah untuk bermain. Atmosfer di Turki luar biasa, para fans sangat bersemangat, dan saya bisa merasakan energi positif di setiap pertandingan.”
Fenerbahce memberinya ruang untuk bernapas dan bermain tanpa tekanan besar seperti di Inggris. Ederson merasa kembali menemukan dirinya sebagai seorang penjaga gawang yang mencintai sepak bola, bukan sekadar mesin pemenang trofi.
Tak hanya itu, performa stabilnya di Turki membuat Timnas Brasil kembali memanggilnya untuk laga uji coba melawan Senegal, menjelang Piala Dunia 2026. “Saya merasa lebih siap dan tenang. Sekarang saya ingin menutup karier saya di level internasional dengan sesuatu yang berarti,” tegasnya.
Dari juara Liga Inggris hingga kiper utama di Istanbul, Ederson kini membuktikan bahwa kesuksesan sejati tidak selalu diukur dari banyaknya trofi, melainkan dari bagaimana seseorang menemukan kembali kebahagiaannya di tengah tekanan dunia sepak bola modern.
