Logo

Agensi Cole Palmer & Mainoo Ancam Gugat Liga Inggris Atas Rencana Aturan Finansial Baru

Mamet Janzuke
Mamet Janzuke
17 November 20250
Agensi Cole Palmer & Mainoo Ancam Gugat Liga Inggris Atas Rencana Aturan Finansial Baru

Sumber: Eddie Keogh – The FA/The FA via Getty Images

Iklan

Liga Inggris tengah menghadapi tekanan besar setelah tiga agensi elite yang menaungi sejumlah pemain top Inggris mengancam akan menempuh jalur hukum. CAA Base, CAA Stellar, dan Wasserman yang memiliki klien seperti Cole Palmer dan Kobbie Mainoo secara resmi menyampaikan keberatan terkait rencana penerapan regulasi finansial baru yang dinilai merugikan pemain maupun agensi.

Proposal aturan tersebut mencakup skema “top to bottom anchoring” (TBA) dan sistem baru “squad cost ratios” (SCR). Keduanya dirancang untuk mengendalikan pengeluaran klub, termasuk gaji pemain, biaya agen, dan nilai transfer. Namun, agensi menilai kebijakan ini justru menjadi pagu gaji terselubung yang membatasi pasar, melanggar prinsip persaingan sehat, serta memangkas pendapatan pemain secara signifikan.

Surat keberatan resmi dikirimkan melalui firma hukum terkenal Clifford Chance dan dilaporkan oleh The Athletic. Di dalamnya, ketiga agensi menuduh Liga Inggris gagal melibatkan mereka dalam konsultasi, padahal aturan tersebut berdampak langsung pada industri yang mereka jalankan.

Surat Keberatan Menjelang Voting Penting Liga Inggris

Rencana pengesahan aturan finansial baru dijadwalkan berlangsung dalam rapat pemegang saham Liga Inggris pada hari Jumat mendatang. Aturan TBA bertujuan membatasi besaran pengeluaran klub berdasarkan klub dengan gaji terendah sebagai patokan, sementara SCR hanya mengizinkan klub membelanjakan maksimal 85 persen dari total pendapatan tahunan.

Para agensi menilai kedua skema itu akan merusak mekanisme pasar. Mereka berargumentasi bahwa nilai komersial pemain seharusnya menentukan gaji, bukan batasan kolektif yang diterapkan liga.

Dalam suratnya, agensi menyatakan:

  • TBA dianggap sebagai “intervensi tidak lazim” yang membatasi kebebasan finansial klub.
  • SCR dinilai mengabaikan perbedaan pendapatan antar klub yang sangat besar, sehingga klub kaya maupun kecil sama-sama terjepit.
  • Liga Inggris dianggap membuat regulasi sepihak tanpa melibatkan stakeholders utama seperti agen dan asosiasi pemain.

Para agensi memperingatkan bahwa penerapan aturan tersebut berpotensi melanggar hukum persaingan usaha dan dapat berujung pada gugatan hukum berskala besar.

Penolakan Semakin Meluas, PFA Turun Tangan

Ancaman gugatan dari tiga agensi besar ini menjadi babak terbaru dari gelombang penolakan terhadap wacana regulasi finansial tersebut. Ketua Asosiasi Pesepak Bola Profesional (PFA), Maheta Molango, juga telah lebih dulu menyatakan bahwa pihaknya siap menantang aturan baru apabila diterapkan.

Molango menegaskan bahwa pembatasan seperti TBA dapat digolongkan sebagai clear restraint of trade atau pembatasan perdagangan yang melanggar hukum. Ia juga mengatakan bahwa sejumlah klub Liga Inggris memiliki pandangan serupa.

Di antara klub yang kabarnya menolak adalah Manchester City dan Manchester United. Mereka khawatir pembatasan pengeluaran secara drastis akan menghambat kompetitivitas klub Inggris di tingkat Eropa dan menghalangi perekrutan pemain top dunia.

Selain itu, beberapa pakar hukum persaingan usaha juga menilai bahwa konsep anchoring seperti TBA tidak memiliki preseden kuat, sehingga potensi gugatan hukum dianggap sangat besar dan hampir tak terhindarkan.

Bergantung pada Voting: Nasib Regulasi Masih Menggantung

Sesuai aturan Liga Inggris, proposal regulasi finansial baru hanya bisa lolos jika didukung dua pertiga dari total 20 klub. Jika tidak mencapai ambang tersebut, maka aturan ini tidak akan diterapkan dan diskusi kemungkinan akan berlanjut dalam format baru.

Dengan tekanan hukum yang meningkat dari agensi, PFA, serta sejumlah klub besar, masa depan regulasi ini masih jauh dari kata pasti. Voting pada hari Jumat akan menjadi momen krusial yang menentukan apakah Liga Inggris akan melangkah ke era baru pembatasan finansial, atau kembali ke meja perundingan untuk merumuskan aturan yang lebih bisa diterima semua pihak.

Iklan
Iklan