DM, BLITAR – Insiden kekerasan terhadap seorang wartawan berinisial PS (55) di Blitar, Jawa Timur, sehari sebelum Pilkada 2024 berlangsung, telah memicu perdebatan panas di tengah publik. Meski tindakan kekerasan jelas tidak dapat dibenarkan dari sudut pandang hukum, peristiwa ini juga mengangkat pertanyaan tentang profesionalisme seorang wartawan yang diduga dalam kondisi mabuk saat menjalankan tugas jurnalistiknya.
Perdebatan ini bermula dari video yang beredar di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat adanya perselisihan antara wartawan dengan kelompok warga yang diduga merupakan tim sukses salah satu pasangan calon (Paslon) Pilkada Kota Blitar. Ketegangan ini berujung pada tindakan kekerasan terhadap sang wartawan.
Kelompok warga dalam video itu menuding bahwa PS sedang dalam pengaruh alkohol saat meliput kegiatan mereka. Kondisi tersebut, menurut mereka, menjadi pemicu kemarahan hingga mereka mendatangi lokasi tempat wartawan tersebut berada usai meliput.
“Lek teko, ora mabuk, ora foto-foto, ora popo mas (kalau datang, tidak mabuk, tidak foto-foto, tidak apa-apa mas),” terdengar suara seorang pria dalam video. Pria lainnya menimpali, “Jenengan mabok mas, Jenengan mabok itu kata seseorang gak jelas (Anda itu mabuk mas, kalau Anda itu mabuk kata-kata seseorang menjadi tidak jelas).”
Dalam video lain, tampak perdebatan mengenai kronologi kejadian. Kelompok warga menuduh wartawan tersebut lebih dulu melakukan tindakan pemukulan, sementara sang wartawan membantah dan mengaku hanya menyentuh tubuh salah satu warga secara ringan.
“Enggak mas, iki sampean mabok, dadi kalem dadi banter mas, buktine dek e emosi og. Ngene lho mas perasaan dalam mabok bedo lho mas (tidak mas, Anda ini mabuk, jadi terasanya lemah jadinya keras mas, buktinya dia emosi kok. Begini lho mas perasaan orang dalam mabuk itu bisa berbeda lho mas),” ujar seorang pria dalam video lainnya.
Melalui unggahan di Instagram Radio Patria, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Blitar Raya mengecam keras tindakan kekerasan yang dialami tiga wartawan di Kota Blitar saat meliput dugaan pembagian sembako dan uang oleh salah satu calon wali kota (Cawali) Blitar di masa tenang Pilkada Serentak 2024.
Irfan Anshori, Ketua PWI Blitar Raya, menjelaskan bahwa tiga anggotanya menjadi korban kekerasan saat meliput dugaan pelanggaran tersebut. “Kasus kekerasan ini dialami oleh tiga anggota kami yang sedang menjalankan tugas meliput dugaan bagi-bagi sembako dan uang oleh salah satu Cawali Blitar di masa tenang,” tegasnya.
Namun, unggahan ini justru memicu komentar sarkastik dari netizen. Beberapa pengguna media sosial mempertanyakan profesionalisme wartawan tersebut.
“Wartawan opo LSM? 😌,” tulis akun nandakallistael.
“TS partai lek wi,” timpal akun djaarotm.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post