DM, BLITAR – Ketua Tim Pemenangan pasangan calon nomor urut 2, Rini Syarifah-Abdul Ghoni (Rindu), M Rifai, menyoroti insiden penghentian debat publik kedua Pilkada Kabupaten Blitar. Menurutnya, kegagalan acara yang terjadi pada Senin (4/11/2024) ini disebabkan oleh aturan debat yang tidak murni berpedoman pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), melainkan diwarnai tata tertib tambahan dari KPU Kabupaten Blitar.
Rifai mengusulkan agar KPU berfokus sepenuhnya pada aturan PKPU dalam debat ketiga nanti, guna menghindari multitafsir yang dapat memicu ketegangan antar tim.
“Kami harap debat ketiga nanti KPU tidak menambah-nambah aturan yang tidak ada di PKPU. Kembalikan saja semua pada PKPU, apa yang dilarang dan diperbolehkan sudah jelas di sana. Sebaliknya, hal-hal yang tidak diatur dalam PKPU itu sebaiknya bebas dilakukan, biarkan setiap paslon bisa berkreasi sesuai strategi mereka,” jelas Rifai pada Rabu (6/11/2024).
Menurut Rifai, debat publik adalah ajang adu gagasan dan strategi dari masing-masing pasangan calon untuk memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai visi dan program mereka. Hal ini penting agar masyarakat mendapat informasi lengkap sebagai bahan pertimbangan memilih pemimpin. Dengan dasar PKPU No. 13 Tahun 2024, ia menegaskan bahwa setiap calon sudah seharusnya mengikuti peraturan pusat, tanpa perlu tambahan aturan yang bisa mengundang penafsiran berbeda.
“Jika ingin membawa tablet, catatan, atau bahkan komputer, selama PKPU tidak melarang, itu sah-sah saja. Kalau paslon lain tetap tidak setuju, ya mereka bisa menggugat langsung ke KPU Pusat, sebab PKPU itulah pedoman yang sah dari pusat,” kata Rifai.
Rifai juga mengungkapkan bahwa jika KPU Kabupaten Blitar tetap memberlakukan aturan-aturan tambahan, seperti pada debat kedua, hal ini bisa menimbulkan pertanyaan dari publik mengenai kemungkinan adanya konflik kepentingan. Ia membandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur yang tidak mengalami kendala serupa karena mengizinkan kandidat membawa catatan atau alat bantu yang dibutuhkan.
“Saya melihat di daerah lain di Jawa Timur, boleh kok bawa catatan visi misi tanpa masalah. Kalau di sini tata tertib dibuat sendiri hingga memaksakan aturan, tentu ini jadi pertanyaan bagi kami, ada apa dengan KPU Kabupaten Blitar? Apakah ada sesuatu dengan paslon lain?” ungkap Rifai, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kabupaten Blitar.
Pernyataan Rifai ini menyiratkan ketidakpuasan atas debat yang seharusnya menjadi ajang penyampaian gagasan, namun justru terganggu oleh perbedaan interpretasi aturan. Menurutnya, sebaiknya KPU menghindari aturan yang bisa menimbulkan multitafsir demi mencegah insiden walkout seperti yang dilakukan paslon Rijanto-Beky hingga disoraki penonton bahwa paslon ini ‘mutung’ atau ngambek.
Kebiasaan “mutungan” atau gampang ngambek, yang menurutnya sudah muncul sejak debat pertama. Paslon Rijanto-Beky pernah menunjukkan ketidakpuasannya dengan keberadaan catatan dalam debat yang digunakan oleh lawan mereka. Pada saat itu, usai debat, Rijanto merespons pertanyaan wartawan dengan nada tidak senang terkait penggunaan catatan yang dibaca paslon lain, padahal aturan debat sebenarnya mengizinkan penggunaan catatan.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post