DM – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara resmi meluncurkan Proses Bisnis Health Technology Assessment (HTA) Satu Pintu Satu Standar di Ruang Siwabessy gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat (18/10).
Menkes Budi G. Sadikin menjelaskan, penilaian Teknologi Kesehatan (Health Technology Assessment/HTA) adalah pendekatan ilmiah untuk membantu Kemenkes dalam pengambilan keputusan terkait adopsi teknologi dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). HTA merupakan salah satu upaya strategis pemerintah untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap obat dan teknologi medis yang aman, efektif, dan efisien.
“Untuk memastikan bahwa masyarakat Indonesia memiliki akses ke produk kesehatan dengan kualitas yang bagus, harga terjangkau, dan dapat dibayarkan lewat JKN, itu sebabnya kita membentuk HTA. HTA telah menjadi bagian integral dari Transformasi Kesehatan, di mana setiap rekomendasi teknologi kesehatan akan berdasarkan bukti yang kuat, sehingga dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat,” ujar Menkes Budi
Melalui HTA, diharapkan pengambilan keputusan terkait teknologi medis, baik obat-obatan maupun alat kesehatan, menjadi lebih tepat sasaran sehingga anggaran kesehatan dapat digunakan secara optimal dan masyarakat mendapat perawatan yang lebih baik.
“Bukan hanya obat-obatan, tapi juga prosedur klinis serta alat-alat kesehatan. Kita harus melakukannya dengan lebih cepat, jadi saya minta untuk mengubah prosedur dan mengadopsi dari negara lain yang telah sukses menerapkannya seperti Singapura. Obat-obatan, prosedur, dan alat kesehatan yang masuk harus berkualitas terbaik, dengan harga terjangkau dan relatif cepat,” tambah Menkes Budi.
Proses bisnis HTA satu pintu merupakan penyempurnaan dari HTA sebelumnya dengan mengadopsi praktik terbaik (best practice) dari negara lain. Di negara seperti Inggris, Australia, dan Singapura, HTA menjadi dasar keputusan untuk memasukkan teknologi kesehatan ke dalam paket manfaat jaminan kesehatan. Ini memastikan bahwa teknologi yang diterapkan tidak hanya aman dan efektif, tetapi juga memberikan nilai tambah dan menjamin efisiensi biaya (value for money) dalam sistem kesehatan.
Dirjen Farmalkes L. Rizka Andalusia menjelaskan, proses bisnis HTA Satu Pintu Satu Standar menggabungkan proses seleksi obat dan teknologi medis dengan mekanisme HTA, yang diharapkan dapat menciptakan sistem yang lebih efisien, efektif, akuntabel, dan terintegrasi. Tujuannya mendorong kolaborasi yang kuat antara Kemenkes dan pemangku kepentingan dalam meningkatkan inovasi kesehatan serta mempercepat akses masyarakat terhadap obat dan teknologi medis yang baik dan terjangkau.
“Kami mengharapkan pemilihan teknologi kesehatan ini menerapkan teknologi-teknologi atau metode-metode yang kuat, transparan, dan relevan. Masukan dari semua pihak sangat berharga bagi kami semua untuk memastikan bahwa keputusan yang diambil berdasarkan bukti ilmiah yang kuat dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat,” ujar Rizka.
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Desentralisasi Kesehatan (Pusjak PDK) Ahmad Irsan A. Moeis mengatakan, peluncuran ini memberikan kesempatan bagi semua pihak untuk beradaptasi dengan perubahan proses bisnis HTA, serta mendukung pelaksanaan HTA yang lebih baik di Indonesia.
“Reformasi proses bisnis HTA untuk merespons tantangan terkini yang ada. Proses bisnis yang ada sebelumnya bukan berarti salah, tetapi sudah tidak tepat lagi. Dalam meresponnya, kami tidak melakukannya sendiri. Kami melakukan kolaborasi, bersinergi dengan berbagai stakeholder. Dengan memperkenalkan reformasi ini secara resmi, pemerintah berharap dapat mewujudkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih berkelanjutan, efisien, dan tepat sasaran, sesuai dengan visi transformasi kesehatan nasional,” ujar Irsan.
Proses bisnis HTA Satu Pintu Satu Standar menghadirkan berbagai inovasi, seperti pembentukan platform penilaian teknologi kesehatan terintegrasi yang memungkinkan pengajuan usulan topik melalui satu pintu, pengajuan usulan topik melalui mekanisme Stakeholder-led Submission (SLS), pengembangan metode asesmen adaptif (adaptive HTA), serta value-based pricing yang memastikan teknologi kesehatan diperoleh dengan harga efisien dan mendukung keberlanjutan JKN.
Ketua Komite HTA yang baru Prof. Auliya A. Suwantika menjelaskan, tugas Komite HTA terdiri dari 3 tahap. Tahap pertama, yang akan dilaksanakan tahun ini, mencakup penyiapan regulasi dan infrastruktur, implementasi awal satu platform, serta uji coba Stakeholder-led Submission (SLS). Tahap kedua, yang akan dilaksanakan pada 2025, mencakup implementasi penuh satu platform dan satu standar, pengembangan costing template, database utility, serta perluasan agen HTA. Sementara tahap ketiga, yang akan dilaksanakan pada tahun 2026, mencakup peningkatan berkelanjutan proses bisnis satu pintu satu standar.
“Tugas komite terlihat cukup challenging. Namun, saya yakin dengan bantuan dan kolaborasi aktif dari semua pihak, tugas yang cukup challenging tersebut akan dapat dilakukan bersama-sama,” ujar dia.
Sumber: kemenkes.go.id
Editor: Redaksi
Discussion about this post