DM – Kuasa Hukum Hasan, salah satu tersangka pemalsuan surat di Bintan, Hendie Devitra menggugat PT Bintan Properti Indo (BPI) ke Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang.
Hal tersebut, lantaran lahan Milik Expasindo Raya dan PT Bintan Properti Indo (BPI) yang menjerat Hasan bersama M. Riduan dan Budiman diduga tumpang tindih.
“Kami menduga lahan yang diperkarakan oleh Direktur PT BPI Constantyn Barail ke Polres Bintan itu, terjadi tumpang tindih dengan masyarakat, di antaranya milik Darma Parlindungan,” ujar Hendie, Kamis (13/6/2024) sore.
Hendie menyampaikan, lahan yang diklaim oleh PT BPI juga tumpang tindih dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama PT Tenaga Listrik Bintan (TLB).
“Status lahan masyarakat itu tidak dibebaskan dan belum dilakukan ganti rugi oleh pihak PT BPI,” ungkapnya.
Jadi, kliennya bernama Darma Parlindungan memutuskan untuk melakukan upaya hukum gugatan perdata perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Tanjungpinang pekan lalu.
“Klien saya menggugat PT Expasindo Raya selaku terduga I, PT BPI selaku terduga II, dan Kantor BPN Bintan juga ikut digugat. Dan sidang perdana pemeriksaan perkara, tanggal 26 Juni 2024 nanti,” tegas Hendie.
Selain itu, kata Hendie lahan milik Darma mempunyai kekuatan hukum keperdataan. Yaitu, yang bersangkutan membeli lahan 6.941 meter persegi dari Almarhum Oky Irawan sesuai Surat Keterangan Pengoperan dan Penguasaan Tanah (SKPPT) bulan April 2015.
Sehingga, perkara ini harus dibuktikan secara perdata di meja hijau, untuk menentukan hak kepemilikan atas tanah antara warga dan pihak perusahaan.
Hendie menuturkan, terkait perkara pidana harus menentukan adanya suatu hal perdata atas laporan hukum dugaan pemalsuan surat-surat itu.
Hal ini diatur dalam pasal 81 KUHPidana jo pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung nomor 1 tahun 1956.
Maka, pemeriksaan perkara pidana yang sedang berproses di Polres Bintan, dapat ditangguhkan untuk menunggu putusan pengadilan tentang ada atau tidaknya hak perdata.
“Lahan perusahaan dari PT Expasindo Raya hingga dilepas ke PT BPI tahun 1991 lalu itu, ditelantarkan sekitar 20 tahun lebih,” sebutnya.
Menurut Hendie, proses hukum perdata di Pengadilan bertujuan untuk memenuhi asas kepastian hukum, rasa keadilan, dan kemanfaatan hukum bagi klien tentang penetapan Hasan sebagai tersangka.
“Kami mohon APH dapat meninjau kembali, dengan harapan proses penyidikan dapat berjalan secara profesional, proporsional, akuntabel dan transparan,” pungkasnya.
Penulis: Mael
Editor: Redaksi
Discussion about this post