Perpindahan perbankan dari konvensional ke digital tidak dapat dihindari sebab mengikuti zaman dan teknologi yang semakin maju pesat. Meskipun demikian masih banyak tugas yang harus disiapkan untuk mendukung perkembangan bank digital, salah satunya adalah literasi digital untuk masyarakat atau nasabah.
Diketahui teknologi digital memampukan nasabah melakukan penyesuaian ketika transaksi di bank. Berkat teknologi digital tersebut, saat ini nasabah hanya tinggal duduk manis bertransaksi melalui aplikasi di perangkat smartphone.
Saat ini masyarakat atau nasabah bebas mengakses rekening kapan saja, dan mau bertransaksi apa saja. Melalui digital atau internet, masyarakat bisa melakukan semua yang diinginkan saat bertransaksi di bank digital.
Maka dari itu literasi bank digital diperlukan dan sangat penting untuk masyarakat atau nasabah. Dan literasi bank digital juga berkaitan dengan keamanan nasabah, literasi dan perlindungan nasabah bak asap dan api yang tidak bisa dipisahkan. Saat bertransaksi di bank digital, nasabah harus bisa melindungi data pribadinya, dan jangan sampai tersebar ke orang lain.
Saat ini, masih ada masyarakat yang menilai bank digital berisiko karena takut uang bisa diambil orang dengan mudah, dan juga data pribadi banyak disalahgunakan.
Menurut Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Horas V.M. Tarihoran, nasabah perlu mewaspadai resiko keamanan siber pada bank digital, yang disebabkan oleh literasi digital masyarakat yang masih rendah.
“Sejauh ini, kita melihat ada sebanyak sekitar 38% dari masyarakat yang sudah mengakses produk keuangan yang rentan diserang oleh kejahatan siber,” ujarnya saat menjadi narasumber pada kegiatan Workshop Literasi Keamanan Digital Perbankan, Peduli Lindungi Data Pribadi, yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan Bank Negara Indonesia (BNI), pada Jum’at (19/8/2022.
Oleh sebab itu, Horas menyampaikan literasi keuangan tidak akan bisa ditingkatkan oleh OJK sendirian, diperlukan peran sektor jasa keuangan termasuk perbankan. Terlebih, ada sekitar 3.100 lembaga jasa keuangan yang terdaftar di OJK dan saat ini baru 40% yang telah melakukan kegiatan edukasi kepada masyarakat minimal 1 kali setahun.
Sementara itu, Pemimpin Divisi Manajemen Risiko Bank BNI, Rayendra Minarsa Goenawan menyatakan telah bersinergi dengan regulator baik OJK maupun Bank Indonesia dalam menerapkan perlindungan konsumen. Ia mengaku literasi sebagai garda utama dalam perlindungan data konsumen.
“Keamanan itu tidak hanya dari pelaku jasa keuangan saja, tapi paling utama dari pemilik data sendiri dalam menjaganya. Maka end user SEBAGAI pemilik DATA adalah setiap orang yang menggunakan produk sehingga literasi harus ditingkatkan seiring kenaikan inklusi,” ucap Rayendra dalam kesempatan yang sama.
Perlindungan Nasabah BNI Sudah Sesuai Anjuran OJK
Guna memberikan perlindungan bagi nasabah BNI telah menyiapkan berbagai langkah strategis. Mulai dengan menyediakan pusat pengaduan melalui BNI Contact Center (BCC) yang beroperasi 24 jam selama 1 minggu. Nasabah dapat menyampaikan keluhan melalui telepon 1500046, mengirim email bnicall@bni.co.id. atau bahkan mendatangi kantor cabang BNI terdekat.
Selain itu, BNI telah memiliki unit yang memantau transaksi nasabah dan menerima laporan pengaduan nasabah dalam 24 jam dalam 7 hari. BNI juga telah menjalankan fungsi fraud detection yang berfungsi mendeteksi aktivitas fraud secara real time.
Tak sampai di situ, BNI juga telah mengikuti aturan Bye Laws yang dirilis oleh Bank Indonesia. Bye Laws merupakan pedoman pelaksanaan pemblokiran rekening simpanan nasabah dan pengembalian dana nasabah dalam hal terjadinya indikasi tindak pidana. Bye Laws dipergunakan oleh Perbankan untuk keseragaman pelaksanaan dalam praktik Perbankan bagi bank peserta Bye Laws.
Tujuan utama dari Bye Laws adalah agar uang hasil kejahatan dapat segera diblokir dan dikembalikan ke nasabah.
“BNI terus berupaya untuk mematuhi arahan OJK sebagai pengawas perbankan untuk melakukan edukasi kepada nasabah terkait perlindungan data nasabah melalui berbagai channel,” tukasnya.
BNI mengimbau untuk nasabah selalu menjaga kerahasiaan informasi pribadi termasuk PIN dan OTP transaksi. Segera menghubungi call center bank bila kartu hilang, dicuri orang lain, atau terjadi kejanggalan dalam transaksi perbankan.
Nasabah pun diharap untuk tidak memberikan maupun meminjamkan kartu kredit maupun debit kepada siapapun. Lengkapi pula gawai telepon genggam dengan anti virus dan tidak menggunakan fasilitas WIFi publik dalam melakukan transaksi.
Daftarkan email atau SMS notifikasi transaksi dan melakukan pembaruan data kepada pihak bank bila ada perubahan data. Terakhir, menghindari transaksi melalui web yang tidak dikenal maupun pada merchant e commerce yang tidak mengimplementasikan 3D secure.
Melihat dari apa yang dilakukan oleh BNI, OJK dan AMSI, salah seorang nasabah bank digital, Taufik A Abu menilai langkah tersebut sudah benar untuk kenyamanan nasabah dengan bank digital
“Semoga semua bank digital melakukan metode metode seperti itu, layaknya yang dianjurkan oleh OJK agar semua masyarakat atau nasabah merasa nyaman dengan bank digital,” ujarnya mengapresiasi langkah langkah BNI dan OJK.
Menurut Taufik, perangkat keras yang digunakan layanan digital juga merupakan salah satu aspek yang rentan, belum lagi aplikasi yang juga digunakan untuk menjalankan layanan keuangan tersebut. Perangkat akan lebih baik jika di-update secara dan aplikasinya sendiri harus di-upgrade dalam sisi keamanannya secara berkala. Pengguna pun juga diharapkan melakukan tes keamanan dengan rajin, didukung dengan IT support dari pihak bank untuk sertifikasi keamanan digital informasi.
Penulis : Redaksi
Discussion about this post