DM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Tanjungpinang menggelar diskusi publik, dalam rangka memperingati hari Kebebasan Pers atau World Press Freedom Day (WPFD) Tahun 2022, pada Sabtu (28/5/2022) sore.
Kegiatan yang digelar di Dataran Taman Gurindam 12 Kota Tanjungpinang ini dihadiri oleh Kepala Diskominfo Kepri, Hasan. Kemudian Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri Rudi Chua, Dosen Komunikasi Penyiaran Islam STAIN Sultan Abdul Rahman Kepri, Abd Rahman dan Ketua AJI Kota Tanjungpinang, Jailani.
Ketua AJI Kota Tanjungpinang, Jailani mengatakan diskusi kali ini mengangkat tema “Bahaya Serangan Digital Terhadap Jurnalis”. Kata dia, saat ini perkembangan era digital membuat dampak negatif terhadap para jurnalis.
“Jadi kita lakukan diskusi sore ini untuk membahas bahaya serangan digital terhadap jurnalis. Ada 20 kota di Indonesia yang serentak melakukan kegiatan ini,” ujar Jailani.
Dia menyampaikan, bahwa penegak hukum tidak boleh semena-mena menghukum para jurnalis yang tersangkut dengan masalah pemberitaan. Sebab, para jurnalis yang melakukan kegiatan jurnalistik dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
“Aji juga sudah bekerjasama dengan Polri, ketika ada jurnalis yang terkena masalah pemberitaan dapat diselesaikan secara peraturan yang ada. Bahkan, kiblatnya jurnalis ini ialah Dewan Pers, ketika ada masalah diselesaikan di Dewan Pers,” ungkapnya.
Dalam hal ini, dia juga berharap kepada pihak DPRD untuk ikut bersama melindungi para jurnalis. Sebab, para jurnalis kerap merasakan boxing oleh orang yang tidak bertanggungjawab.
“Bahkan banyak jurnalis yang diretas akun sosial medianya, kejadian ini juga dialami Ketua AJI Indonesia. Untuk rekan mahasiswa jangan takut untuk menjadi jurnalis, jika kita asah kearah yang positif, akan menimbulkan hal yang positif,” kata Jailani.
Ditempat yang sama, Kepala Diskominfo Kepri, Hasan menerangkan bahwa perkembangan era digitalisasi tidak bisa dibendung lagi. Jadi, masyarakat harus bijak dalam memahami tengang sosial media.
Menurut Hasan, jurnalis yang tergabung di organisasi AJI ini pastinya berkerja sesuai dengan kode etik yang berlaku. Kata dia, banyak juga para jurnalis yang menerima perlakuan serangan digital.
“Kalau jurnalis jadi sasaran serangan digital, ya tentu kita harus bisa antisipasi. Para jurnalis dipandang ketika kualitas jurnalistiknya dinilai orang,” sebut Hasan.
Sementara itu, Dosen Komunikasi Penyiaran Islam STAIN Sultan Abdul Rahman Kepri, Abdul Rahman mengaku dirinya juga pernah menerima kekerasan pesikis saat menjadi jurnalis profesional.
“Artinya potensinya terjadi dan akan terus terjadi walaupun bentuknya berbeda. Di era digital ini banyak jurnalis yang mengalami kekerasan pesikis,” terangnya.
Bahkan, dirinya mengimbau kepada Jurnalis Mahasiswa dan profesional yang hadir dalam kegitan tersebut, untuk tidak takut dalam melakukan kegiatan jurnalistik.
Kemudian, Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri Rudi Chua menyoroti masyarakat yang banyak terpecah belah dalam pemilihan Presiden beberapa waktu lalu. Hal tersebut, menurut dia terjadi disebabkan perkembangan era digital.
“Jadi yang bikin ricuh tersebut, ialah buzer yang disewa untik hal kepentingan politikus,” tukasnya.
Penulis : Mael
Editor : Redaksi
Discussion about this post