
DM, BLITAR – Pihak YouTube channel Mala Agatha Official, pembuat video musik ‘Iclik Cinta’ yang berlatar belakang Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Bung Karno, mengklaim sebagai warga yang berdomisili di sekitar perpustakaan. Alasan ini seolah dijadikan pembenaran atas pembuatan video yang dinilai jauh dari unsur edukatif di lokasi yang menyandang kebesaran Pahlawan Proklamator Republik Indonesia, Ir. Soekarno.
Saat dihubungi oleh media, Willy, yang mengatasnamakan diri sebagai suami Mala Agatha (pemeran video ‘Iclik Cinta’), mengaku bahwa dirinya tinggal di sekitar Perpusnas Bung Karno. “Iya, bagaimana, Mas? Video itu sudah direvisi. Rumah saya memang dekat situ, dan biasanya saya parkir di sana,” ujar Willy melalui pesan WhatsApp pada Rabu (5/3/2025).
Namun, saat dikonfirmasi lebih lanjut, Willy justru merespons dengan sikap kurang sopan dan terkesan mengancam wartawan yang mencoba menanyakan sejumlah hal. “Saya sudah ke perpus. Anda siapa? Maunya apa? Bilang saja di mana kita bisa bertemu. Atau datang ke sini,” kata Willy sambil menunjukkan peta lokasinya.
Sikap seperti ini dinilai tidak pantas dilakukan oleh seorang manajer artis, apalagi yang baru naik daun. Alih-alih menunjukkan profesionalitas, Willy justru menunjukkan perilaku yang tidak terpuji. “Terus mau apa, Sampean? Mau bikin susah saya cari nafkah gimana?” tambahnya dengan nada tidak sopan.
Sebelumnya, video musik ‘Iclik Cinta’ yang memiliki lirik bernuansa seksual dan berlatar belakang Perpusnas Bung Karno menuai kontroversi. Pihak Perpusnas mengaku menerima keluhan dari masyarakat yang mempertanyakan perizinan pembuatan video tersebut. Faktanya, video itu dibuat tanpa izin, sehingga Perpusnas menyampaikan keberatan. Setelah pertemuan antara pihak Perpusnas dan manajemen pembuat video, disepakati untuk mengubah atau mengedit latar belakang video.
Namun, belakangan diketahui bahwa video ‘Iclik Cinta’ yang beredar di YouTube masih dapat dikenali sebagai hasil syuting di lingkungan Perpusnas Bung Karno, terutama oleh warga Blitar dan sekitarnya. Video yang dinilai vulgar dan mengangkat tema seksualitas ini dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diemban oleh Perpusnas Bung Karno.
Sebagai lembaga yang mengusung semangat edukasi dan sejarah, konten yang dibuat di lingkungan Perpusnas Bung Karno seharusnya mengandung muatan edukatif atau historis. Hal ini penting agar sosok dan pemikiran Bung Karno dapat menjadi panutan bagi generasi muda dalam meneruskan cita-cita pembangunan bangsa, sebagaimana diimpikan oleh para pendiri negara.
Kontroversi ini semakin memanas dengan sikap manajemen Mala Agatha Official yang dinilai tidak profesional dan kurang menghargai kepentingan publik. Alih-alih meminta maaf atau menunjukkan itikad baik, manajemen justru terkesan defensif dan tidak kooperatif. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang etika dan tanggung jawab moral dalam menghasilkan konten kreatif, terutama ketika melibatkan lokasi bersejarah yang memiliki nilai penting bagi bangsa.
Diharapkan, kejadian ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama para kreator konten, untuk lebih menghargai nilai-nilai sejarah dan budaya bangsa. Kreativitas memang tidak boleh dibatasi, namun harus tetap sejalan dengan norma dan etika yang berlaku, terutama ketika melibatkan tempat-tempat yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat dan sejarah Indonesia.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post