DM, BLITAR – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Blitar, Roma Hudi Fitrianto, menjadi pusat perhatian setelah muncul dugaan bahwa ia memberikan kesaksian yang tidak sesuai dengan fakta dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang tersebut membahas sengketa Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Blitar dan berlangsung di Ruang Sidang Panel 2 MK, Jakarta, pada Jumat, 17 Januari 2025.
Dalam sidang tersebut, Roma memberikan keterangan terkait dugaan pelanggaran Pilkada yang mengarah pada rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU). Namun, pernyataan Roma dipertanyakan oleh berbagai pihak karena dinilai bertolak belakang dengan fakta di lapangan.
Kuasa hukum Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba, Sipghotullah Mujaddidi, menyebutkan bahwa rekomendasi PSU tidak didasarkan pada rapat pleno.
“Berdasarkan informasi yang kami dapat di berita online, ada pengakuan dari salah satu anggota Panwascam yang mengatakan bahwa dalam pelaksanaan rekomendasi tidak dilakukan pleno,” ujar Mujaddidi.
Anggota Panwascam Tidak Dilibatkan
Bawaslu Kota Blitar melalui Panwascam merekomendasikan PSU di 13 TPS, yang terdiri atas 2 TPS di Kecamatan Sukorejo dan 11 TPS di Kecamatan Sananwetan. Namun, beberapa anggota Panwascam justru mengaku tidak mengetahui adanya rapat pleno terkait rekomendasi ini.
Iva Ainul Jannah, anggota Panwascam Sananwetan, menegaskan bahwa dirinya tidak tahu-menahu mengenai surat rekomendasi PSU tersebut.
“Pleno saya nggak tahu ya, karena saya nggak ikut pleno atau memang sebenarnya tidak ada pleno,” ungkap Iva.
Hal serupa diungkapkan Khusnul Hidayati, Divisi Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Panwascam Sukorejo. Ia menyatakan tidak mengetahui adanya rekomendasi PSU di 2 TPS di wilayah kerjanya.
“Saya tidak tahu soal rekomendasi PSU di 2 TPS Kecamatan Sukorejo,” katanya.
Khusnul juga menambahkan bahwa sesuai prosedur, sebelum rekomendasi PSU dikeluarkan, seharusnya dilakukan rapat pleno yang melibatkan tiga komisioner Panwascam. Namun, rapat pleno tersebut tidak pernah terjadi.
“Pleno seharusnya dilakukan oleh 3 komisioner Panwascam. Namun, sampai sekarang pun pleno tentang pembahasan rekomendasi PSU tidak terjadi,” tuturnya.
Intimidasi Terhadap Anggota Panwascam
Setelah menyampaikan pengakuannya, Khusnul mengaku mendapatkan intimidasi melalui grup WhatsApp internal Panwascam Sukorejo. Dalam grup yang berisi 12 anggota tersebut, ia menerima pesan-pesan bernada ancaman.
“Dalam grup berisi 12 anggota itu, saya mendapat tekanan dengan kata-kata intimidatif seperti ‘diuntal entah entahan, ajur’,” ungkapnya.
Kasus ini semakin memicu perhatian publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan transparansi proses yang dilakukan Bawaslu Kota Blitar. Dugaan kesaksian yang tidak sesuai fakta oleh Ketua Bawaslu dan indikasi pelanggaran prosedur menimbulkan keraguan terhadap dasar hukum rekomendasi PSU. Sidang sengketa Pilkada di MK masih pun terus berlanjut, dengan fokus yang semakin tajam yang melibatkan Bawaslu Kota Blitar.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post