DM, BLITAR – Teka-teki di balik rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) pada sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kota Blitar mulai terungkap. Setelah anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Sukorejo mengungkapkan adanya kejanggalan, kini giliran anggota Panwascam Sananwetan yang angkat bicara. Fakta mencengangkan pun muncul, rekomendasi PSU ternyata dibuat sepihak tanpa melalui rapat pleno.
Iva Ainul Jannah, anggota Panwascam Sananwetan, mengaku tidak mengetahui proses munculnya rekomendasi PSU di wilayahnya. Menurutnya, rekomendasi tersebut dikeluarkan tanpa adanya rapat pleno yang melibatkan tiga anggota Panwascam.
“Kalau apakah itu melalui pleno saya nggak tahu ya, karena saya nggak ikut pleno atau memang sebenarnya tidak ada pleno,” ungkap Iva pada Sabtu (11/1/2024).
Ketika ditanya apakah rekomendasi dibuat secara sepihak, Iva, yang menjabat sebagai Divisi Hukum, Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat, serta Hubungan Masyarakat (HP2H), enggan berspekulasi. Ia menyebut Ketua Panwascam Sananwetan pernah mengatakan bahwa pihaknya hanya menjalankan tugas dari atasan.
“Kalau pas awal-awal itu, Pak Ketua (Panwascam Sananwetan) diwawancarai itu kan juga bilangnya hanya menjalankan tugas dari atasan begitu to, ya berarti kalau seperti itu saya nggak tahu apa-apa,” ujarnya.
Struktur pengawasan pemilu memang berjenjang, dengan pucuk tertinggi berada di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Di bawahnya terdapat Panwascam, panitia pengawas desa, dan pengawas tempat pemungutan suara (TPS).
“Ya (asalnya perintah rekomendasi) atasnya Panwascam seperti itu mas, tapi yang jelas saya tidak tahu menahu terkait rekomendasi itu. Karena yang itu memang tidak diajak pleno, apa memang tidak ada pleno, saya tidak tahu,” pungkas Iva.
Kaitannya dengan Gugatan di MK
Rekomendasi PSU ini menjadi sorotan karena terkait erat dengan gugatan Paslon Nomor Urut 1 Bambang-Bayu di Mahkamah Konstitusi (MK). Paslon ini menggugat kemenangan Paslon Nomor Urut 2 Ibin-Elim dengan dalih adanya kecurangan Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM).
Meski demikian, gugatan Bambang-Bayu dinilai tidak memenuhi syarat formil karena selisih suara yang signifikan. Ibin-Elim berhasil meraih 49.674 suara, sedangkan Bambang-Bayu hanya memperoleh 43.543 suara. Selisih 6.313 suara atau sekitar 6,58% jelas melampaui ambang batas 2% yang diatur dalam Undang-Undang untuk mengajukan sengketa ke MK.
Ketua Tim Pemenangan Ibin-Elim, Zainul Ichwan, optimistis gugatan tersebut akan ditolak MK. “Selisihnya sangat jauh sekali di atas ambang batas yang ditentukan oleh Undang-Undang, kami yakin proses ini akan diputus lebih cepat,” kata Zainul Ichwan pada Jumat (10/1/2025).
Rekomendasi PSU di TPS-TPS yang terletak di Kecamatan Sukorejo dan Sananwetan memang menarik perhatian. Dugaan pelanggaran prosedur dalam pengambilan keputusan bisa menjadi pembahasan lebih lanjut oleh pihak terkait. Hal ini juga membuka wacana tentang bagaimana independensi dan profesionalitas lembaga pengawasan pemilu dapat terus ditingkatkan agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
Dengan selisih suara yang signifikan, serta dugaan pelanggaran prosedur dalam rekomendasi PSU, gugatan TSM di MK ini menjadi pertaruhan besar bagi kedua kubu. Semua pihak kini menanti langkah MK dalam memutuskan perkara ini secara adil dan transparan.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post