DM, BLITAR – Sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 menghadirkan diskusi menarik di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Panel 2 MK, Jakarta, Rabu (8/1/2025), Hakim Konstitusi Saldi Isra menyatakan bahwa permohonan calon Walikota Kota Blitar, Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro, tidak memenuhi syarat formil.
Pernyataan tersebut mengacu pada ketentuan Pasal 158 Undang-Undang (UU) No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). “Kalau memakai konstruksi Pasal 158 ini tidak memenuhi,” ujar Saldi Isra saat memimpin sidang sebagai Wakil Ketua MK.
Meski demikian, Saldi Isra juga menegaskan bahwa Mahkamah terkadang mengesampingkan ketentuan tersebut apabila terdapat argumentasi kuat yang membuktikan adanya ketidaksesuaian dalam proses penentuan hasil pemilu. “Beberapa kali Mahkamah mengesampingkan itu sepanjang ada argumentasi yang kuat untuk membuktikan kalau proses penentuan itu tidak benar,” tambahnya.
Pengakuan dari Kuasa Hukum Pemohon
Sebelumnya, Hendi Priono selaku kuasa hukum dari pasangan calon Bambang Rianto dan Bayu Setyo Kuncoro mengakui bahwa permohonannya tidak memenuhi syarat formil. Ia menyebutkan bahwa selisih suara antara kliennya dengan pasangan calon terpilih telah melampaui ambang batas yang ditetapkan.
“Meskipun secara formil tidak memenuhi syarat, karena di daerah pemilihan kami seharusnya maksimal bedanya 2%, tapi di sini melebihi 2%,” ucap Hendi Priono dalam sidang tersebut. Ia juga menjelaskan bahwa selisih suara mencapai 6.000 suara, yang setara dengan 6% berdasarkan ketentuan UU Pilkada.
Ambang Batas dan Ketentuan Hukum
Pasal 158 UU Pilkada menetapkan ambang batas pengajuan permohonan PHPU berdasarkan jumlah penduduk. Untuk kabupaten atau kota dengan penduduk di bawah 250 ribu jiwa, ambang batasnya adalah 2%. Dalam konteks Pilkada Kota Blitar, selisih suara antara Bambang-Bayu dengan pasangan calon terpilih jauh melampaui batas tersebut.
Meski demikian, pernyataan Saldi Isra membuka peluang bagi pemohon untuk tetap melanjutkan proses persidangan jika mereka dapat menghadirkan bukti dan argumentasi yang cukup kuat.
Sidang ini menjadi bukti bahwa mekanisme hukum memberikan ruang bagi setiap pasangan calon untuk menyampaikan keberatan mereka, meskipun syarat formil menjadi tantangan yang harus dihadapi. Mahkamah Konstitusi diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil berdasarkan fakta-fakta yang dihadirkan dalam persidangan.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post