DM, Blitar – Suasana masa tenang Pilkada Kota Blitar 2024 diwarnai kabar tak sedap yang menimpa pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Blitar nomor urut 2, Syauqul Muhibbin dan Elim Tyu Samba (SAE). Tim Pemenangan SAE melaporkan dugaan aksi buzzer politik yang menyebarkan hoaks, merusak reputasi paslon tersebut.
Ketua Tim Pemenangan SAE, Zainul Ikhwan, bersama timnya mendatangi Polres Blitar Kota pada Selasa (26/11/2024), membawa bukti tangkapan layar yang menunjukkan penyebaran konten palsu di media sosial. Konten tersebut memuat tuduhan adanya kontrak politik yang melibatkan Paslon SAE, lengkap dengan kop kampanye dan tanda tangan yang diduga palsu.
“Narasi tersebut sepenuhnya hoaks. Tidak pernah ada kontrak politik semacam itu selama proses Pilkada. Ini jelas upaya mencemarkan nama baik paslon kami, melanggar aturan masa tenang, dan UU ITE,” tegas Zainul.
Selain merugikan pasangan SAE, hoaks tersebut juga menyeret nama mantan Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar, yang dikenal sebagai pendukung kuat SAE. Dalam narasi palsu itu, disebutkan bahwa sejumlah fasilitas publik seperti Pasar Legi, Pasar Templek, dan Taman Kebonrojo akan dikelola oleh kelompok tertentu jika SAE terpilih. Bahkan, disebutkan bahwa rekrutmen pejabat dan tenaga kerja outsourcing akan dikoordinir oleh kelompok pendukung SAE.
“Fitnah ini tidak hanya merugikan paslon, tetapi juga tokoh-tokoh pendukung kami. Tuduhan tersebut sangat tidak berdasar dan dibuat untuk menciptakan keraguan di kalangan masyarakat,” ujar Zainul.
Setelah melapor ke Polres Blitar Kota, Tim SAE juga menyampaikan laporan serupa ke Bawaslu Kota Blitar. Laporan tersebut langsung diterima oleh M. Nur Aziz, anggota Bawaslu, yang menyatakan bahwa pihaknya akan mengkaji laporan dalam waktu lima hari kerja.
“Kami sudah menerima laporan ini dan akan melakukan pengkajian sesuai prosedur. Prinsipnya, semua laporan masyarakat harus kami tindak lanjuti,” jelas Nur Aziz.
Aziz juga menekankan bahwa di masa tenang, segala bentuk kampanye, baik positif maupun negatif, dilarang keras. Apalagi black campaing atau kempanye hitam dengan menggunakan cara tidak benar seperti menggunakan berita hoaks untuk merusak reputasi lawan politik, jelas sangat tidak dibenarkan dan bisa masuk ke ranah pidana.
“Kampanye dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan, termasuk black campaign yang dapat berujung pada pidana,” tambahnya.
Terkait peraturan masa tenang, Aziz merujuk pada PKPU Nomor 13 Tahun 2024, yang mengharuskan pasangan calon menutup akun media sosial resmi mereka dan menurunkan seluruh alat peraga kampanye (APK).
“Setiap orang dilarang berkampanye dalam bentuk apapun. Masa tenang adalah waktu untuk menciptakan suasana kondusif menjelang pemilu,” tegasnya.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post