DM, BLITAR – Dalam momentum peringatan Hari Pahlawan, Minggu (10/11/2024), Walikota Blitar Santoso melaksanakan peletakan batu pertama pembangunan relief di Monumen PETA (Pasukan Pembela Tanah Air). Relief ini akan melengkapi kompleks Monumen PETA di Jalan Shodancho Supriadi, Kota Blitar, yang kini berfungsi sebagai Museum PETA. Monumen ini didedikasikan untuk mengenang keberanian Pahlawan Supriadi dalam perjuangannya melawan penjajahan Jepang.
“Alhamdulillah, hari ini kita memulai pemasangan relief yang menggambarkan sejarah Pahlawan PETA dari Blitar, yaitu Pahlawan Supriadi. Relief ini adalah karya seniman asli Kota Blitar, Pak Bondan Widodo,” ujar Walikota Santoso dalam sambutannya.
Pemasangan relief ini menjadi bagian dari tahap awal revitalisasi Museum PETA. Santoso menjelaskan bahwa pihaknya berencana menambahkan diorama yang menggambarkan perjalanan hidup Supriadi dari masa kecil hingga perjuangannya memimpin pemberontakan melawan Jepang.
“Setelah relief ini selesai, kami akan melengkapi museum dengan diorama untuk menghidupkan kembali sejarah. Gedung bekas sekolah di belakang Monumen PETA akan diisi dengan visualisasi masa lalu yang mendidik dan menginspirasi generasi muda,” jelas Santoso.
Lebih dari sekadar menambah daya tarik wisata, Santoso berharap museum ini menjadi sarana edukasi bagi generasi muda. “Kami ingin mengenalkan nilai-nilai keberanian dan pengorbanan Supriadi kepada anak-anak muda Blitar. Semangat patriotisme inilah yang harus diwariskan kepada generasi penerus bangsa,” tambahnya.
Walikota Santoso mengingatkan bahwa keberanian Supriadi bukan hanya inspirasi bagi rakyat Blitar, tetapi juga bagi arek-arek Surabaya yang berjuang gagah berani pada 10 November 1945. Hari itu kini diperingati sebagai Hari Pahlawan, mengenang semangat juang melawan pasukan Sekutu.
“Keberanian Supriadi yang berasal dari Blitar ini menjadi inspirasi besar bagi arek-arek Surabaya. Semangat nasionalisme dan patriotisme ini penting untuk diteladani generasi muda kita,” tegas Santoso.
Melalui pembangunan relief ini, Pemerintah Kota Blitar berharap dapat memperkuat identitas sejarah dan memperkaya edukasi publik. Santoso menegaskan bahwa pelestarian sejarah adalah bagian dari upaya membangun karakter generasi muda yang lebih mencintai Tanah Air.
“Kemerdekaan yang kita nikmati hari ini adalah hasil perjuangan para pahlawan seperti Supriadi. Semangat ini harus kita jaga dan kenalkan kepada generasi muda, agar mereka tetap menghargai perjuangan pendahulu kita,” tutur Santoso.
Relief yang dipahat oleh seniman Bondan Widodo diharapkan mampu memberikan cerita yang hidup kepada pengunjung Museum PETA. Bondan menyebut bahwa dalam proses pengerjaan relief ini, ia merujuk pada berbagai sumber sejarah, termasuk buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia” karya Cindy Adams.
“Relief ini menceritakan kisah pemberontakan pasukan PETA yang dipimpin Supriadi, yang memiliki keterkaitan dengan tiga ikon penting di Kota Blitar: Istana Gebang, Makam Bung Karno, dan Museum PETA,” kata Bondan.
Ia juga mengungkapkan kisah menarik dari sejarah pemberontakan PETA. Terdapat sebuah dialog antara Supriadi dan Bung Karno yang menggambarkan keberanian pemuda Blitar ini. “Supriadi datang ke Bung Karno untuk meminta restu memberontak melawan Jepang. Dia berkata, ‘Bung, kita sudah kepalang kosong, lebih baik menjadi harimau sehari daripada tikus setahun,’ dan Bung Karno merestuinya,” cerita Bondan.
Penulis: DANI ELANG SAKTI
Discussion about this post