DM, Blitar – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar, melalui Bagian Perekonomian, mengadakan kegiatan sosialisasi perhutanan sosial sebagai bagian dari komitmen mereka untuk mendukung pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan hutan. Acara ini dilaksanakan pada Selasa (8/10/2024) di Ruang Rapat Candi Penataran, Kantor Bupati Kanigoro, Blitar.
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk Kepala Bappeda sekaligus Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesra, Rully Wahyu Prasetyowanto, Kabag Perekonomian M. Badrodin, ADM KPH Blitar, sejumlah kelompok tani hutan, dan beberapa tamu undangan lainnya. Mereka berkumpul untuk membahas dan mensosialisasikan program perhutanan sosial yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor: SK.485/MENLHK/SETJEN/PLA.2/5/2023 pada 19 Mei 2023.
“Jadi kita fasilitasi ruang pertemuan untuk mensosialisasikan melakukan proses fasilitasi pendampingan transformasi perhutanan sosial terhadap 31 kelompok yang dulu kita sebut LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) dari 31 desa di 11 kecamatan,” ungkap Plt. Asisten Pemerintahan dan Kesra, Setda Kabupaten Blitar, Rully Wahyu Prasetyowanto.
Dalam pertemuan ini, dijelaskan bahwa Kabupaten Blitar telah menerima persetujuan pelepasan kawasan hutan produksi seluas 282,99 hektar (Ha) untuk penyelesaian penguasaan tanah dalam rangka penataan kawasan hutan (PPTPKH). Pelepasan kawasan ini akan dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan permukiman di 31 desa yang tersebar di 11 kecamatan di Kabupaten Blitar.
Rully Wahyu Prasetyowanto menyampaikan bahwa pemerintah terus berupaya mempercepat proses penataan batas kawasan yang dilepaskan, agar masyarakat dapat segera memanfaatkan lahan tersebut secara legal. Penataan ini diharapkan dapat selesai pada tahun 2024 dengan pendanaan dari APBN.
“Pemerintah memiliki dua agenda utama dalam pengelolaan hutan, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan menciptakan model pelestarian hutan yang efektif,” ujar Rully.
Program perhutanan sosial, lanjut Rully, dirancang untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan dengan memberi mereka hak untuk mengelola lahan hutan secara berkelanjutan. Melalui pola pemberdayaan ini, masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan untuk mendukung ekonomi rumah tangga mereka, sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan.
“Program ini adalah bentuk harmonisasi antara peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan pelestarian lingkungan. Masyarakat diberi kesempatan untuk mengolah lahan hutan dengan cara yang ramah lingkungan, dan mereka akan mendapatkan dukungan teknis dari pemerintah,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rully juga menekankan pentingnya percepatan penerbitan Surat Keputusan (SK) Penetapan Batas Areal Pelepasan Kawasan Hutan untuk mempercepat pengelolaan perhutanan sosial. Percepatan ini mencakup distribusi akses legal, pengembangan usaha perhutanan sosial, dan pendampingan masyarakat dalam mengelola lahan.
Nantinya, lanjut Rully, kelompok masyarakat yang menerima hak kelola perhutanan sosial akan diberi hak mengelola wilayah hutan yang ditentukan selama 35 tahun. Di mana lama hak mengelola itu bisa diperpanjang atau terus dilanjutkan jika pengelolaan memenuhi ketentuan yang berlaku.
“Dengan adanya fasilitasi ini, diharapkan masyarakat dapat meraih manfaat ekonomi yang berkelanjutan. Hasil panen dari program perhutanan sosial dapat dijual oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan juga meningkatkan perekonomian mereka,” pungkas Rully.
Penulis: DANI ELANG SAKTI