DM – Para nelayan yang ada di pesisir Desa Pengujan, Kabupaten Bintan mengeluhkan air laut yang tercemar limbah. Limbah itu, diduga berasal dari tambak udang yang ada di lokasi tersebut.
Lantaran tercemar limbah, air laut itu berwarna hitam. Kondisi ini menghambat para nelayan sekitar, untuk mendapatkan ikan, udang, dan hewan laut lainnya.
“Airnya sangat keruh, kami ini nelayan pesisir dan cari udang, ketam gonggong yang di laut ini. Kalau keruh, bagaimana kita bisa nangkap,” ujar salah seorang nelayan, Abdul Razak, Selasa (30/4/2024).
Abdul mengaku tidak tahan dengan kondisi ini. Sebab, omset pendapatan saat air laut tercemar limbah tambak udang sangat menurun.
Biasanya, Abdul bisa mendapatkan uang dari hasil tangkap yang dijual ke pasar senilai Rp.20 ribu dalam sehari. Kini, ia hanya bisa memperoleh Rp.5 ribu saja.
“Sebelumnya stabil, kita kan cuma nelayan kecil. Biasanya Rp.20 ribu, sekarang Rp.5 ribu pun sulit,” kata Abdul.
Abdul menerangkan, ia sudah bersama nelayan lainnya telah melaporkan kondisi ini ke Kepala Desa setempat. Namun, laporan itu seakan dibiarkan.
Dari hasil pemantauan Abdul, setidaknya ada dua tambak udang yang telah beroperasi dan dua dalam proses pembangunan. Menurutnya, adanya tambak udang itu memang menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar.
Sebab, pemilik tambak udang diduga memangkas dan menimbun pohon bakau, untuk dijadikan tempat tambak udang.
“Kami warga merasa dirugikan. Kami dianjurkan Pemerintah untuk menanam bakau kembali, kami laksanakan. Sementara pihak lain, main garap aja,” tegasnya.
Abdul berharap, semua tambak udang tersebut dapat dihentikan pengoperasiannya. Sebab, limbah yang mencemari laut Salat Bintan di Desa Pengujan itu berasal dari tambak udang.
“Pencemarannya itu dari hasil pembuangan limbah tambak udang. Jadi airnya warna hitam dan gatal. Bahkan, ikan yang di dalam keramba kita juga mati. Harapan kita, ya tambak udangnya ditutup,” pungkasnya.
Penulis: Mael
Editor: Redaksi
Discussion about this post