DM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Den Yealta (DY), Kepala Badan Pengusahaan (BP) Free Trade Zone (FTZ) Bintan wilayah Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri, pada Jumat (11/8/2023).
DY ditahan, lantaran tersandung masalah dugaan korupsi pengaturan barang kena Cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Tanjungpinang tahun 2016 sampai 2019.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Brigjen Pol Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa tersangka DY diduga turut menerima sejumlah uang dari perusahaan rokok.
Hal ini, diungkapkan Brigjen Asep saat melakukan konferensi pers penahanan tersangka DY di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
“DY menerima uang dari beberapa perusahaan rokok dengan besaran sejumlah sekitar Rp4,4 Miliar dan Tim Penyidik masih akan terus mendalami penerimaan uang-uang lainnya,” ujarnya dalam keterangannya.
Dia menerangkan, dugaan korupsi yang dilakukan DY tersebut membuat kerugian negara senilai Rp. 296,2 Miliar
“Akibat perbuatan tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp296,2 Miliar,” tambahnya.
Brigjen Asep menyampaikan bahwa DY menjabat sebagai Kepala BP Tanjungpinang sejak 23 Agustus 2013. Kemudian, pada Desember 2015, Ditjen Bea dan Cukai mengirimkan surat resmi perihal evaluasi
penetapan barang kena cukai (BKC) ke kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.
Surat ini berisi teguran kepada BP Bintan dan BP Tanjungpinang, terkait menerbitkan kuota rokok melebihi dari yang seharusnya. Berdasarkan ketentuan besaran kuota rokok hanya sebesar 51, 9 juta batang.
“Sedangkan besaran kuota rokok yang diterbitkan sebesar 359, 4 juta batang dengan kalkulasi selisih sebesar 693 persen, ungkap Brigjen Asep.
Selama DY menjabat, kata dia realisasi jumlah kuota hasil tembakau (rokok) telah melebihi dari kebutuhan wajar setiap tahunnya, dengan SK kuota yang ditandatanganinya sebanyak 75 SK.
Atas kebijakan DY tersebut, menurutnya telah menguntungkan berbagai perusahaan pabrik dan distributor rokok, yang seharusnya membayarkan cukai dan pajak atas kelebihan jumlah rokok.
Untuk pemenuhan kuota rokok di wilayah Kota Tanjungpinang, DY sama sekali tidak melakukan perhitungan dan penentuan kuota rokok. Sebagaimana pertimbangan jumlah kebutuhan secara wajar. Akan tetapi secara sepihak membuat mekanisme penentuan kuota rokok
“Dengan menggunakan data yang sifatnya asumsi diantaranya data perokok aktif, kunjungan wisatawan dan jumlah kerusakan barang,” kata Brigjen Joko.
Atas perbuatannya, DY disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penulis: Mael
Editor: Alam
Discussion about this post