DM – Penasihat Hukum (PH) Mantan Kadis Perkim Kabupaten Bintan, Herry Wahyu, keberatan atas tuntutan 7 tahun dan 6 bulan penjara, yang diberikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Bintan.
Terdakwa korupsi pengadaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjung Uban Selatan, Kabupaten Bintan tersebut diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
JPU mengajukan tuntutan ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan. Serta denda senilai Rp. 300 juta subsider 4 bulan kurungan.
PH terdakwa Herry Wahyu, Sabri Hamri dia akan mengajukan nota pembelaan atau pledoi ke Majelis Hakim PN Tanjungpinang. Dia menilai, ada beberapa dakwaan Jaksa yang tidak terbukti dalam persidangan.
Yang tidak terbukti, seperti hubungan komunikasi antara kliennya dan terdakwa Ari Syafdiansyah. Menurut Sabri, kliennya itu tidak pernah menyuruh, memerintahkan atau meminta bantuan kepada Ari Syafdiansyah terkait dengan pengadaan TPA di Bintan.
Berdasarkan fakta persidang, kata dia para terdakwa menyimpulkan, bahwa yang berperan aktif dalam kegiatan pembangunan TPA itu adalah PPTK yakni Deni Imran Susilo.
“Dari fakta persidangan, kita berkesimpulan bahwa PPTK yang berperan aktif dalam kegiatan itu, kalau PPK tentunya juga punya peran,” ujar Sabri, Jum’at (6/1/2023).
Namun, Sabri akui tetap menghormati keputusan jaksa, yang menuntut terdakwa Herry Wahyu dengan pidana penjara selama 7,6 tahun.
“Kita juga pasti akan mengajukan nota pembelaan, nanti kita uraikan di pledoi saja,” ungkapnya.
Sabri menyampaikan, dalam persidangan eksepsi prematur, pihaknya juga telah menyampaikan bahwa tanah tersebut belum jelas siapa pemilik yang berhak.
“Serta pihak-pihak yang memilik tanah dilokasi tersebut belum ada satupun yang mengajukan gugatan baik perdata maupun PTUN,” tukasnya.
Selain itu, PH terdakwa Ari Syafdiansyah, Fahmi Amrico menilai bahwa tuntutan 8 tahun dan 6 bulan penjara yang dijatuhkan JPU, terlalu tinggi. Sehingga, dia akan mengupayakan agar diberikan putusan ringan dan akan disampaikan pada pledoi.
“terlalu tinggi, kita akan upayakan seringan-ringannya, kalau bisa bebas, nanti kita akan sampaikan di pledoi,” tutupnya.
Sebelumnya, terdakwa Herry Wahyu bersama dua terdakwa lainnya, yakni Ari Syafdiansyah dan Supriatna terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
terdakwa Herry ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, dengan pidana penjara selama 7 tahun dan 6 bulan. Serta denda senilai Rp. 300 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan akan digantikan (subsider) 4 bulan kurungan.
“Terdakwa Herry juga dibebani untuk membayar uang Pengganti (UP) senilai Rp. 100 juta. Apabila tidak dibayarkan, harta bendanya akan disita atau dapat digantikan dengan 5 tahun kurungan penjara,” ujar Eka saat membacakan amar tuntutannya, Kamis (5/1/2023).
Sementara terdakwa Ari Syafdiansyah dan Supriatna juga diyakini melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Terdakwa Ari Syafdiansyah dituntut penjara selama 8 tahun dan denda Rp. 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Selain itu, terdakwa Ari juga diwajibkan untuk membayar UP senilai Rp. 1,3 Miliar. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka harta bendanya akan disita atau subsider 9 tahun penjara.
“Terdakwa Supriatna juga dituntut pidana penjara selama 8 tahun, dan denda senilai Rp. 300 juta subsider 5 bulan kurungan,” ungkapnya.
Terdakwa Supriatna juga diwajibkan untuk membayar denda senilai Rp. 900 juta. Apabila tidak dibayarkan, maka harta benda terdakwa akan disita atau digantikan dengan penjara selama 7 tahun.
Penulis: Mael
Editor: Redaksi
Discussion about this post