DM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri masih terus mendalami perkara dugaan korupsi Jembatan Tanah Merah Kabupaten Bintan, yang membuat kerugian negara senilai Rp. 16,9 Miliar.
Kasus tersebut saat ini dalam tahap penyidikan. Bahakan, penyidik Kejati Kepri saat ini telah mengantongi calon tersangka perkara dugaan korupsi tersebut.
Asisten Intelijen Kejati Kepri, Lambok Sidabutar mengatakan bahwa untuk dugaan korupsi jembatan tanah merah di Bintan, telah diserahkan ke Pidana Khusus (Pidsus).
“Korupsi tanah sudah dalam penyidikan di Pidsus baru diterbitkan sprin penyidikannya,” ujar Lambok saat dikonfirmasi, Kamis (15/12/2022).
Saat disinggung soal jadwal penetapan tersangka, Lambok mengaku bahwa penyidik telah mengantongi tersangkanya, namun belum diumumkan.
“Belum ada penetapan tersangka karena baru diterbitkan sprindiknya,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga belum bisa membeberkan nominal kerugian negara dugaan korupsi, yang dilakukan sepanjang Tahun 2018 sampai 2019 tersebut.
“Artinya kalau belum ditetapkan tersangka berarti belum ada perhitungan real kerugian negara,” sebutnya
Saat ini, kata Lambok penyidik masih mengumpulkan bukti bukti yang lengkap. Menurutnya, penegakan hukum tidak perlu terburu-buru, yang penting terbukti di persidangan.
“Kita itu tidak perlu tunduk kepada tekanan masyarakat supaya cepat, tetapi yang kerja yang tahu kita. Kita sudah paparkan dan yang penting kasus itu sudah layak untuk disidik,” tukasnya.
Sementara itu, Asisten Pidsus Kejati Kepri, Sugeng Riadi membenarkan telah menerima kasus dugaan korupsi tanah Merah dari Intel.
“Betul sudah di serahkan ke Pidsus dan sedang di tangani pidsus, sementara demikian dulu ya , terima kasih,” terang Sugeng.
Sugeng menyampaikan, bahwa penetapan tersangka perkara korupsi proyek Jembatan Merah ini masih dalam proses.
Sebelumnya, status dugaan korupsi pembangunan Jembatan Tanah Merah di Kecamatam Teluk Bintan ini telah naik dari penyelidikan ke penyidikan, sejak awal bulan Agustus 2022 yang lalu.
Di Tahun 2018, terdapat Paket Pekerjaan Pembangunan Jembatan Tanah Merah sepanjang 20 meter, dengan Nilai Kontrak sebesar Rp 9,66 miliar. Saat itu, yang menjadi penyedia Jasa ialah PT. BFG dan Konsultan Pengawas dari CV. DS dengan masa kerja selama 150 hari kalender.
Dalam pelaksanaannya, Lambok menuturkan PT. BFG tidak dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut pada 14 Desember 2018. Sehingga PPK melakukan pemutusan kontrak dengan kondisi real yaitu Progress Pekerjaan sebesar 35,35 persen.
“Dan realisasi pembayaran sebesar Rp.3.523.000.000. dengan alasan PT. BFG tidak dapat mendatangkan Tenaga Ahli, Project Manager dan Site Manager serta tidak dapat mendatangkan alat dan supply material tiang pancang yang menjadi pekerjaan utama,” kata Lambok.
Kemudian pada Tahun 2019, pekerjaan dilanjutkan dengan pagu anggaran Rp.7,5 miliar dan yang ditunjuk sebagai Penyedia Jasa yaitu CV. BML dengan Nilai Kontrak Rp.7.395.000.000. Dalam hal ini, jangka waktu pelaksanaan selama 210 hari kalender dan Konsultan Pengawas CV. PPC dengan Nilai Kontrak sebesar Rp.249.000.000.
Berdasarkan hasil rapat evaluasi Tahun 2019, terdapat perbedaan kondisi exciting dan komponen material bangunan yang telah terpasang dibandingkan dengan design perencanaan awal.
Selain itu, telah terjadi penurunan tanah timbunan yang telah terpasang yang melampaui estimasi perhitungan mekanika tanah, bahkan terdapat lapisan tanah lunak setebal 12 sampai 18 meter.
“Meskipun para pihak terkait sudah mengetahui adanya permasalahan di atas, PPK tetap melakukan pembayaran sebesar 100 persen, terhadap progress pekerjaan pada 18 Desember 2019,” sebut Lambok.
Dari hasil pekerjaan dari CV. BML, membuat terjadinya gulingan pada dinding penahan tanah oprit jembatan dan menjadi miring ke arah dalam kepada 2 buah abudmen jembatan. Serta, pancang di bawah dinding penahan tanah menjadi patah, sehingga jembatan tersebut gagal bangun dan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali.
Berdasarkan hasil penelitian, dia menerangkan material tanah dasar adalah tanah lunak sedalam 6 – 10 meter, sementara pada ss Built Drawing tidak terlihat adanya perbaikan tanah dasar yang dilakukan.
“Kurangnya informasi mengenai karakteristik tanah, sehingga tidak dilakukan perbaikan tanah dasar diindikasikan mengakibatkan terjadinya keruntuhan tersebut,” tukasnya.
Penulis: Mael
Editor: Redaksi
Discussion about this post