DM – Penjualan Barang Milik Negara (BMN) berupa kapal penyimpanan terapung (Floating Storage Offloading/FSO) Ardjuna Sakti telah disetujui DPR melalui mekanisme rapat paripurna.
Kapal FSO Ardjuna Sakti adalah fasilitas produksi berupa kapal penyimpanan elpiji Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) BP Indonesia Berau di Laut Jawa yang saat ini nilai bukunya sudah Rp0. Kapal dengan dimensi panjang 140,51 meter, lebar 41,45 meter, dan tinggi 17,07 meter, itu sudah dioperasikan selama 29 tahun untuk penyimpanan gas alam yang telah diproses menjadi elpiji.
Kepala Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian ESDM Sumartono dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, menyatakan persetujuan melalui rapat paripurna DPR pada Senin (20/9/2022) ini menjadi kabar baik bagi pengelolaan BMN di Kementerian ESDM.
“Adanya persetujuan penjualan dari DPR ini merupakan kolaborasi antar-stakeholder sekaligus menjadi kabar baik pengelolaan BMN di Kementerian ESDM, terutama dalam rangka mengurangi biaya perawatan BMN yang terbengkalai,” ungkapnya, seperti dilansir dari antaranews.com.
Berdasarkan kronologisnya, pada 2008 kapal tersebut diserahterimakan kepada Ditjen Migas Kementerian ESDM sebagaimana surat Menteri Keuangan Nomor S-202/MK.6/2008 tertanggal 12 September 2008, karena telah selesai umur ekonomisnya dan diserahkan kepada negara.
Sejak 2010 kapal FSO ini sudah dinyatakan sudah tidak layak untuk dimanfaatkan dan dioperasikan, kondisinya rusak berat, dan tidak ekonomis untuk diperbaiki, sehingga Kementerian ESDM mengusulkan proses pemindahtanganan BMN melalui penjualan sejak 2012.
Pada awalnya kapal FSO akan digunakan untuk mendukung program konversi dari BBM ke gas, namun dalam perjalanannya kapal FSO Ardjuna Sakti tidak dapat digunakan sebagai FSO, mengingat untuk perbaikan memerlukan biaya yang besar. Sejak pertama kali diserahkan kapal Ardjuna Sakti bersandar di Pelabuhan PT KBS Cilegon, Banten.
Biaya penambatan kapal FSO tersebut telah membebani APBN dan selama proses persetujuan penjualan oleh DPR, Kementerian ESDM tetap memiliki kewajiban untuk membayar biaya sandar setiap tahunnya.
Biaya yang telah dibayar selama periode 2009 sampai 2020 berdasarkan hasil audit dan review BPKP itu mencapai sebesar Rp76 miliar, sedangkan tagihan biaya sandar yang belum dibayarkan periode 2021-2022 sebanyak Rp6,9 miliar. Biaya sandar kapal FSO Ardjuna Sakti tersebut telah menjadi temuan audit BPK pada Laporan Keuangan Tahun 2019.
Nilai perolehan kapal FSO ini dalam pembukuan BMN bernilai Rp491.699.097.657, namun saat ini nilai bukunya sudah Rp0, sehingga proses persetujuan penghapusan harus melalui DPR.
Berdasarkan PP Nomor 27 Tahun 2014 Jo. PP Nomor 28 Tahun 2020, pemindahatangan BMN selain tanah dan/atau bangunan dengan nilai Rp100 miliar dilakukan oleh pengguna barang setelah mendapatkan persetujuan DPR.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Donny Maryadi Oekon dalam laporannya pada rapat paripurna DPR menegaskan pihaknya telah menindaklanjuti surat Menteri ESDM tertanggal 2 Juni 2022 perihal permohonan persetujuan penjualan BMN berupa kapal Ardjuna Sakti sebagai kelanjutan surat presiden pada 9 Mei 2016 perihal persetujuan penjualan BMN pada Kementerian ESDM.
“Rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri ESDM memutuskan, menyetujui penjualan BMN berupa kapal FSO Ardjuna Sakti,” ujarnya.
Sumber : antaranews.com
Editor : Redaksi
Discussion about this post