DM – Sebagai salah satu upaya meningkatkan pelayanan dan menarik wisatawan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Tanjungpinang menggelar pelatihan tata kelola bisnis dan pemasaran produk pariwisata dan pengelolaan usaha homestay/pondok wisata. Walikota, Rahma, membuka kegiatan tersebut, yang dilaksanakan di Hotel Nite and Day, Selasa (20/9).
Dalam sambutannya, Rahma mengatakan selama 2 tahun ini sudah banyak destinasi wisata dan Pondok Wisata atau homestay yang tidak aktif di Tanjungpinang dikarenakan sedikitnya wisatawan baik domestik maupun luar negeri yang datang ke Kota Tanjungpinang bahkan hampir setahun lebih tidak ada wisatawan asing yang datang ke Kota Tanjungpinang dikarenakan pandemi Covid-19.
“Untuk itu saatnya bangkit dari segala sektor termasuk bidang pariwisata. Di tahun 2022 ini diharapkan destinasi pariwisata dan Homestay di Kota Tanjungpinang dapat lebih aktif dan berinovasi agar menjadi salah satu daya tarik utama wisatawan datang ke Kota Tanjungpinang,” ungkapnya.
Disampaikannya, pariwisata berbasis komunitas merupakan suatu bentuk kepariwisataan yang mengedepankan kepemilikan dan peran aktif masyarakat dalam memberikan edukasi kepada masyarakat lokal maupun pengunjung, mengedepankan perlindungan kepada budaya dan lingkungan serta memberikan manfaat secara ekonomi kepada masyarakat lokal.
“Pada pengelolaan wisata berbasis masyarakat atau community based tourism masyarakat dilibatkan tidak hanya pada proses pengenalan saja, melainkan juga pada pengembangan potensi pariwisata baik sumber daya alam budaya maupun sumber daya manusianya,” sambungnya.
Menurutnya, pengelolaan pariwisata saat ini juga menerapkan pariwisata berbasis komunitas. “Hal ini dapat dilihat pada pengelolaan destinasi dan pemenuhan amenitas pariwisata dan destinasi kita yang sebagian besar dikelola oleh kelompok-kelompok masyarakat sadar wisata yang bertempat tinggal di sekitar destinasi tersebut. Pengelolaan destinasi yang bagus tentu akan berdampak kepada masyarakat di sekitar kawasan tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, Rahma juga menyampaikan keberadaan Home Stay sebagai upaya pemenuhan amenitas juga merupakan wujud dan pengelolaan berbasis masyarakat.
“Maka masyarakat setempatlah yang mendapat kesempatan untuk memiliki mengoperasikan dan menerima hasil atau manfaat dari pengelolaan homestay tersebut,” terang Rahma.
Pengelolaan destinasi harus memperhatikan kebutuhan dan keinginan wisatawan misalnya dengan menyajikan alam yang indah disertai dengan atraksi wisata yang menarik, penyampaian sejarah, pengemasan destinasi wisata yang baik disertai penyiapan kuliner dan produk handycraft.
“Untuk menghasilkan destinasi yang sedemikian menarik itu dibutuhkan para pengelola yang mampu untuk menata destinasi sekaligus memasarkan destinasi agar dikenal luas. Begitu juga dengan homestay dikemas menjadi salah satu alternatif tempat berlibur bagi para wisatawan, sajikan makanan dan minuman khas daerah, memakai pakaian adat yaitu baju kurung dalam pelayanan dan sesekali kita putar musik atau video yang menunjukkan keunikan daerah kita. Ciptakan homestay sebagai tempat belajar budaya baru atau living culture bagi para wisatawan dengan memperkenalkan perilaku tradisi adat dan kearifan lokal, misalnya kamar tidur disediakan kelambu, agar tampak natural dan unsur kebudayaannya jelas, output dari pelayanan itu kita dapat membina hubungan baik dengan para wisatawan sehingga pengelola homestay menjadi bagian dari keluarga baru yaitu keluarga dari wisatawan yang kerap berkunjung,” pungkasnya.
Kadisbudpar, Meitya Yulianti, menambahkan jumlah peserta yang mengikuti kegiatan pelatihan tersebut sebanyak 40 orang dari Pokdarwis kelurahan dan 40 orang dari pemilik homestay. Sedangkan narasumber dihadirkan dari Politeknik Bintan Cakrawala dan Trans Studio.
Penulis : Humas
Editor : Redaksi
Discussion about this post