DM – Kementerian Agama (Kemenag) telah memiliki buku panduan pesantren ramah anak yang disusun bersama Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPA) dan tengah menyosialisasikannya sebagai upaya preventif pencegahan kekerasan di lembaga pendidikan keagamaan.
“Kami punya buku panduan yang disusun bersama KPPA untuk pesantren ramah anak. Ini kami sosialisasikan,” kata Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Waryono Abdul Ghofur dalam siaran Podcast yang diikuti di Jakarta, Senin (19/9) dilansir dari antaranews.com.
Ia mengatakan Kemenag selama ini telah melakukan berbagai ikhtiar sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan upaya preventif di lembaga pendidikan keagamaan.
Kemenag, kata dia, terus menjalin komunikasi dengan pesantren untuk sama-sama saling mengingatkan bahwa santri adalah titipan orang tua kepada para kiai, ibu nyai, dan ustadz. Sehingga, santri harus diperlakukan seperti anak sendiri.
“Artinya, santri harus mendapatkan pelindungan dan pembelajaran. Kalau sakit, diobati. (santri) Tidak boleh mendapatkan kekerasan. Ini terus kami komunikasikan dan sosialisasikan,” kata Waryono.
Menurutnya, proses sosialisasi ini terus berjalan secara bertahap, apalagi jumlah pesantren mencapai lebih 37 ribu yang terdaftar di Kemenag. Sosialisasi disampaikan kepada para kepala bidang dan kepala seksi di Kanwil Kemenag provinsi yang bertugas dalam pembinaan pesantren.
Sosialisasi juga, kata dia, diberikan kepada perwakilan pesantren, baik dalam forum dalam jaringan (daring) atau luar jaringan (luring).
“Kami sampaikan bahwa pengasuh pesantren harus membaca regulasi terkait pelindungan anak dan perempuan. Bahkan, saya menyebutnya regulasi itu sebagai kitab kuning baru. UU pelindungan anak dan perempuan agar menjadi panduan pesantren dan seluruh masyarakat Indonesia,” katanya.
Selain itu, Kemenag juga tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Agama (RPMA) tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dan Anak di Pesantren. Proses penyusunannya sudah memasuki tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.
RPMA ini terdiri atas 8 bab dengan kurang lebih 50 pasal. Dalam bab penanganan, regulasi ini akan mengatur alur pelaporan bagi korban kekerasan seksual. Kemenag akan bekerja sama dengan Dinas Sosial dan lembaga swadaya masyarakat untuk membantu mendampingi korban dari aspek psikologis.
Bab itu juga mengatur sikap lembaga pendidikan terhadap pelaku dan korban. Waryono menerangkan, korban semestinya diberi kesempatan untuk tetap melanjutkan pendidikan.
“Aturan ini juga akan mendorong lembaga pendidikan agama untuk membuat satuan tugas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (Satgas PPKS),” demikian Waryono Abdul Ghofur.
Sumber : antaranews.com
Editor : Redaksi
Discussion about this post