DM – Kelompok Riset Kesehatan Ikan dan Hewan Akuatik Lainnya Pusat Riset Veteriner Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong penggunaan antibiotika yang benar dan aman untuk kesehatan ikan dalam mengantisipasi resistensi mikroba dan residu.
“Resistensi antimikroba dapat menyebabkan kematian pada manusia. Resistensi terhadap penggunaan antibiotika atau antimikroba tidak hanya terjadi pada manusia namun juga hewan seperti pada perikanan dan hewan air lainnya,” kata Ketua Kelompok Riset Kesehatan Ikan dan Hewan Akuatik Lainnya BRIN Angela Mariana Lusiastuti kepada wartawan di Jakarta, Jumat (12/8) seperti dilansir dari antaranews.com.
Menurut dia, terapi antibiotika yang aman dan efektif adalah tepat sasaran pada target patogen, tepat waktu pemberian obat, tepat dosis/konsentrasi obat, tepat cara aplikasi obat dan tepat bentuk sediaan obat.
Angela menuturkan salah satu penyebab resistensi mikroba pada peternakan dan perikanan adalah penggunaan antimikroba yang berlebihan.
Menurut dia, penggunaan antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang tepat, meningkatkan kejadian resistensi.
Tingkat resistensi bakteri di Indonesia berdasarkan data Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba terus meningkat, dari 40 persen pada 2013 menjadi 60 persen pada 2019.
Kondisi konsumsi antibiotik di Asia Pasifik pada 2017 di China sebesar 57,9 persen, India sebesar 11,3 persen, Indonesia sebesar 8,6 persen, dan Vietnam sebesar 5 persen.
Kelas antibiotik yang paling sering digunakan adalah quinolones (27 persen), tetracyclines (20 persen), amphenicols (18 persen), dan sulfonamides (14 persen).
Vietnam menggunakan 11 kelas antibiotik atau 23 jenis antibiotik untuk terapi dan pencegahan. Kelas antibiotik yang sering digunakan di Vietnam adalah phenicol (11 persen), tetracycline (10 persen), dan sulfonamide (7 persen). Tambak udang di Vietnam menggunakan enam kelas antibiotik atau 10 jenis antibiotik yang digunakan, yang paling sering adalah tetracycline (21 persen).
Sedangkan Indonesia hanya menggunakan empat kelas antibiotik yang terdiri atas enam jenis antibiotik. Namun di wilayah Asia Pasifik, konsumsi antibiotik Indonesia lebih besar dari Vietnam.
Angela mengatakan masalah dalam penggunaan antibiotik akuakultur antara lain pembudidaya belum mengetahui jenis antibiotika yang diperbolehkan ataupun yang dilarang.
Apabila penggunaannya tidak sesuai dengan ketentuan dapat menimbulkan bahaya bagi ikan, lingkungan, dan/atau manusia yang mengonsumsi ikan.
Antibiotika adalah obat keras sesuai Pasal 7 Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 1 Tahun 2019 tentang Obat Ikan.
Permen tersebut juga menyebutkan jenis antibiotika yang boleh digunakan di akuakultur adalah tetrasiklin, oksitetrasikilin, klortetrasiklin, enrofloksasin, erythromisin, dan sulfadiasin.
Sumber : antaranews.com
Editor : Redaksi
Discussion about this post