DM – Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril mengonfirmasi tiga kasus mutasi SARS-CoV-2 Omicron dengan subvarian baru yakni BA.2.75 ditemukan di Indonesia. Namun Syahril belum merinci penemuan subvarian beserta sebarannya.
“Sudah ada tiga kasus ya,” kata Juru Bicara Kemenkes Mohammad Syahril kepada CNNIndonesia.com, Senin (18/7), dilansir dari cnnindonesia.com.
Subvarian omicron BA 2.75 ini sebelumnya disebut-sebut jadi biang kerok lonjakan kasus covid-19 di beberapa negara. Para ilmuwan internasional telah menyatakan keprihatinan mereka pada varian Covid-19 baru yang telah muncul di beberapa negara di seluruh dunia.
Diberi nama omicron BA.2.75, karena merupakan generasi kedua dari varian BA.2 yang menyebabkan gelombang peningkatan pasien di Inggris pada akhir Maret lalu. Terpisah, mantan Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara Tjandra Yoga Aditama mengatakan BA.2.75 oleh sebagian pihak disebut sebagai ‘centaurus’.
Ia menyebut, sejauh ini belum ada kepastian tentang penularan dan berat ringannya dampak BA.2.75 serta kemungkinan kemampuan menghindar dari sistem imun seseorang.
Namun, melihat sebaran dari India yang kini sudah menyebar ke lebih dari 10 negara, maka penyebaran yang cukup cepat menurutnya mengingatkan karakteristik varian Delta yang lalu.
“Kita di Indonesia juga amat perlu melakukan pengumpulan data ke arah BA.2 ini dan turunannya, dan hasilnya diumumkan ke publik,” ujar Tjandra.
Mengutip Jerusalem Post, Shay Fleishon dari Laboratorium Virologi Pusat di Pusat Medis Sheba di Tel Hashomer menyebut subvarian tersebut sebagai sub varian mengkhawatirkan.
Hanya saja dia menekankan juga masih terlalu dini untuk bisa mengatakan apakah ini akan jadi varian dominan berikutnya di dunia atau tidak.
Fleishon menjelaskan dalam utas Twitter bahwa beberapa bulan terakhir telah melihat tren varian berdasarkan garis keturunan Omicron dengan mutasi di bagian S1 dari protein lonjakan dan secara khusus di bagian protein lonjakan yang digunakan virus untuk terhubung dan masuk ke dalam sel.
Bloom Lab di lembaga penelitian Fred Hutch men-tweet bahwa varian ini “layak dilacak” karena “perubahan antigenik yang cukup besar” dibandingkan dengan induknya, BA.2. Laboratorium menunjuk dua mutasi sebagai kunci: G446S dan R493Q.
Sumber : cnnindonesia.com
Editor : Redaksi
Discussion about this post