DM – Satreskrim Polresta Tanjungpinang saat ini telah memeriksa 8 orang saksi, yang berkaitan dalam perkara praktik mafia tanah di Kampung Sidojasa Kelurahan Batu IX, Kota Tanjungpinang.
Kepala Unit (Kanit) Idik I Pidum Reskrim Polres Tanjungpinang, Ipda P Pradana Manurung mengatakan pihaknya tinggal memeriksa satu hingga dua orang lagi, yang berkaitan dalam perkara mafia tanah ini.
Kemudian, kata Ipda Manurung pihaknya juga akan mengirimkan surat permohonan pengukuran tanah milik pelapor, ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat.
“Kita juga akan mengirimkan surat permohonan untuk melakukan pengukuran tanah. Mungkin minggu depan kita akan lakukan,” ujar Ipda Manurung, Senin (14/3/2022).
Satreskrim Polresta Tanjungpinang juga akan segera melakukan gelar perkara kasus dugaan mafia tanah ini, berdasarkan hasil pengukuran dan pemeriksaan saksi-saksi
“Setelah itu baru gelar perkara, untuk menyimpulkan apakah perkara ini ada tindak pidananya,” ungkapnya.
Saat ini, sambung Ipda Menurung setidaknya ada 8 orang saksi yang sudah dipanggil dan diperiksa di Satreskrim Polresta Tanjungpinang, satu diantaranya pengacara.
“Herman (pengacara) sudah di periksa,” tukasnya.
Sebelumnya, Ketua RW 3 Kelurahan Batu IX, Kota Tanjungpinang Tahun 2010-2020, Wahid Hasim membenarkan bahwa lahan yang dijadikan praktik mafia tanah di Kampung Sido Jasa, merupakan wilayah kerjanya.
“Memang benar adanya, bahwa lahan milik Mulyani itu memaang berada diwilayah saya, waktu menjabat Ketua RW 3 Kelurahan Batu IX, Tahun 2010-2020,” ujar Wahid saat ditemui, Senin (7/2/2022).
Wahid mengaku tidak pernah sama sekali mentandatangani surat alas hak hingga sertifikat lahan di tanah Mulyani, yang terbit di Tahun 2017 lalu. Bahkan, dirinya kaget dipanggil Satreskrim Polres Tanjungpinang, untuk diperiksa dalam perkara tindak pidana mafia tanah ini.
“Baru ini saya tau ada surat terbit nama orang lain, saat dipanggil Reskrim. Saya juga tidak tau, bagaimana bisa ada surat sertifikat itu. Saya juga tidak pernah mentandatangani,” ungkapnya.
Dirinya menerangkan, surat alas hak tersebut mencantumkan tandatangan ketua RW 7 RT 3 berinisial SW. Bahkan, kata dia pemilik lahan sesudah Mulyani bernama Sembiring sempat melakukan mediasi di BPN Tanjungpinang.
“SW tidak hadir, saya kira sudah selesai. Ternyata saya dipanggil ke Reskrim. Lahan milik buk Mulyani yang sekarang sudah dikuasai Sembirinh seluas 2,7 hektar, yang hilang ada 13 ribu meter persegi,” terangnya.
Ditempat yang sama, Mantan Ketua RT 4 Tahun 2010-2017, Moro Susilo meyampaikan bahwa dirinya tahu persis kondisi lahan milik Mulyani. Kata dia, lahan milik Mulyani sempadan dengan lahan milik Mimarno.
“Setelah itu, ada timbul surat lagi, saya sebagai RT saat itu juga tidak pernah mengeluarkan surat. Tapi kenapa ada surat yang timbul dari RT dan RW lain,” tukasnya.
Sementara itu, Agus Riawantoro yang merupakan pengacara Sembiring menerangkan pada 22 Agustus 2001, Sembiring melakukan kerjasama dengan Mulyani (almarhum) di bidang peternakan, dan telah dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama di Notaris Elizabeth dengan No. 05/L/VIII/2011.
Dalam surat perjanjian tersebut, kata Agus, Mulyani memiliki sebidang tanah dengan luas 34.000m2, dengan no register Lurah Batu IX No.24/G-1/2004 tertanggal 15 Juli 2004.
“Dan register Camat Tanjungpinang Timur Nomor 080/TPT/VIII/2004, tertanggal 25 Agustus 2004. Karena sebelumnya lokasi tersebut pernah di kavling kavling, lalu dari total luas ini berkurang menjadi 27.000, kemudian bidang ini lah yang di kuasai ibu Mulyani dan diikat di dalam perjanjian kerjasama dengan Sembiring,” ujar Agus, Sabtu (8/1/2022).
Agus menyampaikan, penguasaan lahan tersebut juga dikuatkan dengan keterangan yang di tandatangani Sekretaris Lurah Batu IX, Hafizarli dengan nomor surat keterangan 755/KET/VIII/2011 tertanggal 8 Agustus 2011 lalu.
Dirinya menyatakan perjanjian antara Mulyani dan Sembiring itu akan belangsung selama setahun saja. Kemudian, Sembiring menanamkan modal Rp 100 juta di peternakan milik Mulyani, dengan kesepakatan akan menerima Rp 15 juta perbulan.
“Apabila dalam waktu tersebut Ibu Mulyani tidak dapat menunaikan kewajibannya untuk mengembalikan modal Rp 100 juta, maka objek tanah itu beralih hak ke Sembiring,” terang Agus.
Seiring berjalannya waktu, kata dia Mulyani tidak dapat sama sekali memenuhi kesepakatan. Selanjutnya, Mulyani menyerahkan objek tanah tersebut sebelum berakhirnya pejanjian bersama Sembiring.
Setelah itu, Agus mengakui bahwa Sembiring berniat mengurus proses pengoperan lahan tersebut di Kelurahan Batu IX dan bertemu SP.
“Pak Sembiring pikir SW adalah staff Keluarahan Batu IX. Lalu kemudian SW dan team Kelurahan Batu IX mengukur bidang tanah tersebut. Karena sebelumnya bidang tanah itu di kavling oleh pihak bu Mulyani, maka dikeluarkan bidang-bidang yang sudah terjual,” kata Agus.
Usai Kelurahan Batu IX bersama SW melakukan pengukuran, dinyatakan bahwa Sembiring hanya dapat bidang tanah dengan luas 13.000 H2. Hal tersebut membuat pihak Sembiring protes dan bertanya-tanya kepada SW, soal bidang tanah yang berkurang jauh dari sebelum pengukuran.
Namun, kata Agus, SW malah mengkalim tanah yang dipertanyakan oleh Sembiring tersebut milik orang Jakarta. Kemudian, Sembiring mengusahakan tanah yang kata SW milik orang Jakarta tersebut.
“Pada Tahun 2017, saat SW meminta tanda tangan beberapa surat atas persetujuan sempadan. Sembiring menemukan satu berkas sporadik Atas Nama Budi Santoso, dengan posisi bidang bertepatan di sisi barat tanah milik Sembiring yang dulu pernah dinyatakan SW milik orang Jakarta,” tuturnya.
Karena merasa ada kejanggalan, Sembiring pun tidak sama sekali mentandatangani berkas sempadan yang diajukan SW. “Jika memang tanah yang itu memang milik orang Jakarta, kenapa harus ada yang baru,” terang Agus.
Menurut Agus, tanah yang diklaim milik orang Jakarta itu diperoleh dari lahan Mulyani, namun tidak masuk kedalam hasil ukur. Sebab orang jakarta yang SW maksudkan itu tidak pernah sama sekali berkunjung ke lokasi.
Atas kejadian tersebut, Sembiring melakukan langkah hukum dengan berkoordinasi kepada Fery Andana, yang saat itu menjabat sebagai Lurah Batu IX, pada 6 Februari 2019. Namun, sambung Agus Fery Andana malah menyebut bahwa Sembiring sudah mendapatkan bidang tanah sesuai dengan seharusnya.
“Sembiring juga menyurati BPN untuk melakukan blokir jika ada pengajuan bidang tanah di lolasi itu. Namun belum juga mendapat kan kejelasan hingga saat ini. Dan hingga akhirnya BPN tetap menerbitkan sertivikat di lokasi tersebut,” jelas Agus.
Agus menyampaikan bahwa Sembiring tidak pernah mengetahui ada petugas ukur, pemasangan tanda batas, staff Lurah dan Petugas BPN yang melakukan aktivitas sebelum terbitnya sertivikat
Agus juga sudah menyurati kantor Lurah Batu IX dan Kecamatan Tanjungpinang Timur sebanyak dua kali, untuk mempertanyakan surat induk yang juga jumlah persil hingga telah di keluarkan dari surat tersebut, dan tidak menuai hasil
“Dugaan sementara kita disini ya terjadinya mafia tanah. Dan kita akan melaporkan ke Polres Tanjungpinang,” tukasnya.
Penulis : Mael
Editor : Redaksi
Discussion about this post