DM – Tim Satreskrim Polres Tanjungpinang telah turun ke Kampung Sido Jasa Tanjungpinang, untuk mengecek lahan yang diduga dijadikan praktik mafia tanah oleh oknum RW berinisial SW. Kampung tersebut, berada di RT 4 RW 3 Kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Kepri.
Sembiring yang menjadi korban dugaan mafia tanah itu, melalui Penasehat Hukumnya, Anrizal mengatakan saat ini pihak Satreskrim Tanjungpinang sedang mengembangkan perkara tindak kejahatan mafia tanah tersebut.
“Berkas barang bukti yang kita miliki sudah kita layangkan semua,” ujar Anrizal, Kamis (3/2/2022) di Mapolres Tanjungpinang.
Dirinya menerangkan, menurut informasnya bahwa SW sudah dipanggil untuk diperiksa, Namun, kata Anrizal SW tidak hadir saat dipanggil oleh pihak Kepolisian.
“Tapi SW mangkir, mungkin akan ada surat pemanggilan berikutnya,” unggkapnya.
Anrizal mengaku, bahwa Satreskrim Tanjungpinang telah turun ke lokasi untuk mengecek lahan milik sembiring. Dalam pengecekan itu, sambung dia Polisi menanyakan soal patok BPN, berdasarkan serivikat milik Sembiring Tahun 2017.
“Waktu di cek memang tidak ada patoknya. Makanya itu yang mau dikembangkan oleh Kepolisian,” kata Anrizal.
Dirinya juga mempertanyakan, soal SW yang bukan pegawai Kelurahan Batu IX ikut ambil alih dalam mengurus surat tanah. “Disini yang kami jelaskan bawah dia bukan karyawan Kelurahan, tapi kok dia ambil alih tugas itu. Trus atas perintah apa,” tukasnya.
Sebelumnya, Anrizal mengaku, bahwa Sembiring memiliki sejumlah bukti soal adanya penyerobotan lahan seluas 34.000 meter persegi itu. Buktinya, berupa pernyataan Tahun 2004 dari Muliyani, yang merupakan pemilik lahan sebelumnya.
“Kita sudah membuat pengaduan ke Satreskrim Polres Tanjungpinang. Dan kita harap Polisi bisa membingkar dugaan mafia tanah ini,” ujar Anrizal.
Diwaktu yang berbeda, Agus Riawantoro yang juga pengacara Sembiring menerangkan pada 22 Agustus 2001, Sembiring melakukan kerjasama dengan Mulyani (almarhum) di bidang peternakan, dan telah dituangkan dalam surat perjanjian kerjasama di Notaris Elizabeth dengan No. 05/L/VIII/2011.
Dalam surat perjanjian tersebut, kata Agus, Mulyani memiliki sebidang tanah dengan luas 34.000m2, dengan no register Lurah Batu IX No.24/G-1/2004 tertanggal 15 Juli 2004.
“Dan register Camat Tanjungpinang Timur Nomor 080/TPT/VIII/2004, tertanggal 25 Agustus 2004. Karena sebelumnya lokasi tersebut pernah di kavling kavling, lalu dari total luas ini berkurang menjadi 27.000, kemudian bidang ini lah yang di kuasai ibu Mulyani dan diikat di dalam perjanjian kerjasama dengan Sembiring,” ujar Agus, Sabtu (8/1/2022).
Agus menyampaikan, penguasaan lahan tersebut juga dikuatkan dengan keterangan yang di tandatangani Sekretaris Lurah Batu IX, Hafizarli dengan nomor surat keterangan 755/KET/VIII/2011 tertanggal 8 Agustus 2011 lalu.
Dirinya menyatakan perjanjian antara Mulyani dan Sembiring itu akan belangsung selama setahun saja. Kemudian, Sembiring menanamkan modal Rp 100 juta di peternakan milik Mulyani, dengan kesepakatan akan menerima Rp 15 juta perbulan.
“Apabila dalam waktu tersebut Ibu Mulyani tidak dapat menunaikan kewajibannya untuk mengembalikan modal Rp 100 juta, maka objek tanah itu beralih hak ke Sembiring,” terang Agus.
Seiring berjalannya waktu, kata dia Mulyani tidak dapat sama sekali memenuhi kesepakatan. Selanjutnya, Mulyani menyerahkan objek tanah tersebut sebelum berakhirnya pejanjian bersama Sembiring.
Setelah itu, Agus mengakui bahwa Sembiring berniat mengurus proses pengoperan lahan tersebut di Kelurahan Batu IX dan bertemu SP.
“Pak Sembiring pikir SW adalah staff Keluarahan Batu IX. Lalu kemudian SW dan team Kelurahan Batu IX mengukur bidang tanah tersebut. Karena sebelumnya bidang tanah itu di kavling oleh pihak bu Mulyani, maka dikeluarkan bidang-bidang yang sudah terjual,” kata Agus.
Usai Kelurahan Batu IX bersama SW melakukan pengukuran, dinyatakan bahwa Sembiring hanya dapat bidang tanah dengan luas 13.000 H2. Hal tersebut membuat pihak Sembiring protes dan bertanya-tanya kepada SW, soal bidang tanah yang berkurang jauh dari sebelum pengukuran.
Namun, kata Agus, SW malah mengkalim tanah yang dipertanyakan oleh Sembiring tersebut milik orang Jakarta. Kemudian, Sembiring mengusahakan tanah yang kata SW milik orang Jakarta tersebut.
“Pada Tahun 2017, saat SW meminta tanda tangan beberapa surat atas persetujuan sempadan. Sembiring menemukan satu berkas sporadik Atas Nama Budi Santoso, dengan posisi bidang bertepatan di sisi barat tanah milik Sembiring yang dulu pernah dinyatakan SW milik orang Jakarta,” tuturnya.
Karena merasa ada kejanggalan, Sembiring pun tidak sama sekali mentandatangani berkas sempadan yang diajukan SW. “Jika memang tanah yang itu memang milik orang Jakarta, kenapa harus ada yang baru,” terang Agus.
Menurut Agus, tanah yang diklaim milik orang Jakarta itu diperoleh dari lahan Mulyani, namun tidak masuk kedalam hasil ukur. Sebab orang jakarta yang SW maksudkan itu tidak pernah sama sekali berkunjung ke lokasi.
Atas kejadian tersebut, Sembiring melakukan langkah hukum dengan berkoordinasi kepada Fery Andana, yang saat itu menjabat sebagai Lurah Batu IX, pada 6 Februari 2019. Namun, sambung Agus Fery Andana malah menyebut bahwa Sembiring sudah mendapatkan bidang tanah sesuai dengan seharusnya.
“Sembiring juga menyurati BPN untuk melakukan blokir jika ada pengajuan bidang tanah di lolasi itu. Namun belum juga mendapat kan kejelasan hingga saat ini. Dan hingga akhirnya BPN tetap menerbitkan sertivikat di lokasi tersebut,” jelas Agus.
Agus menyampaikan bahwa Sembiring tidak pernah mengetahui ada petugas ukur, pemasangan tanda batas, staff Lurah dan Petugas BPN yang melakukan aktivitas sebelum terbitnya sertivikat
Agus juga sudah menyurati kantor Lurah Batu IX dan Kecamatan Tanjungpinang Timur sebanyak dua kali, untuk mempertanyakan surat induk yang juga jumlah persil hingga telah di keluarkan dari surat tersebut, dan tidak menuai hasil
“Dugaan sementara kita disini ya terjadinya mafia tanah. Dan kita akan melaporkan ke Polres Tanjungpinang,” tukasnya.
Penulis : Mael
Editor : Redaksi
Discussion about this post